Eramuslim – Dalam Islam, nama bukan sekadar penanda. Dia adalah doa bagi diri dan kehidupannya. Semasa hidupnya, Rasulullah biasanya mengubah nama seseorang yang jelek. Dari Ibnu Umar diriwayatkan, ada seorang anak perempuan Umar bernama Ashiyyah (yang durhaka). Rasulullah pun mengganti namanya dengan Jamilah (cantik).
عن سعيد بن المسيب عن أبيه عن جده: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال له:ما اسمك؟ قال: اسمي حَزْنٌ، قال: بل أنتَ سَهْلٌ، قال: ما أنا بمُغيرٍ اسماً سمانيه أبي، قال: قال ابنُ المُسَيَّب: فما زالت فينا الحُزونَةُ بعدُ
Dalam satu kisah, disebutkan jika Hazn RA menemui Rasulullah. “Siapa namamu?” tanya beliau. Dia menjawab, “Namaku Hazn (terjal, sedih).” Beliau lantas bersabda, “Bahkan engkau adalah Sahl (landai, mudah).” Dia berkata, “Aku tidak akan mengubah nama yang diberikan ayahku kepadaku.” Ibnu al-Musayyib—cucu Hazn—mengungkapkan, ternyata dia terus mengalami hal-hal yang menyedihkan (HR al-Bukhari).
Pada kesempatan lain (HR Mus lim), Jabir bin Abdillah mengisahkan bahwa Rasulullah hendak melarang pemberian nama Ya’la (keluhuran), Barakah, Aflah (beruntung), Yasar (kemudahan), Nafi’ (berguna) dan semisalnya. Namun, Nabi mendiamkannya tanpa mengatakan sesuatu apa pun tentangnya. Hingga wafat, beliau tidak melarang penggunaan nama tersebut. Umar hendak melarangnya, tetapi akhirnya membiarkannya.
عن سمرة بن جندب رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (ولا تُسمِّينَّ غلامَك يَساراً، ولا رَباحاً، ولا نَجيحاً، ولا أفلحَ، فإنك تقول: أثَمَّ هُوَ؟ فلا يكون
Kisah lainnya dari Samurah bin Jundub RA menyebutkan,Rasulullah SAW melarang kepada para sahabatnya untuk memberi nama anak-anak mereka Yasar (mudah sekali), Rabah (selalu beruntung), Najih (kesuksesan), dan Aflah (paling beruntung). “… karena tatkala engkau ditanya, ‘Apakah ia (Rabah —keuntungan) ada?’ Lalu dijawab, ‘Tidak ada.'”