Hersubeno Arief: PSBB. Obat, Madu, dan Racun di Tangan Jokowi

Kita bisa membacanya dari keputusan Anies Baswedan. Jelang pemberlakuan PSBB total, Anies mendapat tekanan keras dari para punggawa Jokowi di kabinet.

Jalan tengahnya kompromi. Kebijakan PSBB total menjadi PSBB diperlonggar.

Keputusan Anies adalah dejavu. Persis seperti tarik menarik pada awal pandemi. Anies menginginkan lockdown. Pemerintah pusat maunya PSBB.

Kita sudah melihat hasilnya sekarang. Jumlah korban terus meningkat. Kita juga belum tahu kapan masa puncak dan berharap kemudian melandai.

Di media, Walikota Bogor Bima Arya Sugianto, salah satu pendukung Jokowi hanya bisa meratap dan menyesali.

“Kalau saja enam bulan lalu, lima bulan lalu, atau tiga bulan pertama, serempak presiden sampaikan nomor satu kesehatan, kita lockdown semua, luar biasa itu,” kata Bima dalam sebuah diskusi di Jakarta.

Sudah sangat jelas, Jokowi lebih memilih tetap mengutamakan pertumbuhan ekonomi. Lebih tepatnya mengakomodasi kepentingan para taipan dan korporasi besar. Bukan kesehatan rakyat.

Jokowi lebih memilih racun bersalut madu, ketimbang obat pahit yang menyehatkan.

Seperti Bima Arya, kita tinggal bisa berandai-andai. Kalau saja, andai saja semua mulai siuman seperti Buya Syafii Maarif.(end)

Penulis; Hersubeno Arief