CSIS: AS Harus Lepas Ketergantungannya Pada Kekuatan Militer

Pemerintahan George W. Bush-Presiden AS- nampaknya harus mengkaji ulang ketergantungannya pada militer. Karena terbukti kebijakan-kebijakannya yang militeristis ternyata gagal, dan hanya merusak citra negara AS di mata dunia.

Itulah kesimpulan hasil analisa lembaga think-tank terkemuka di AS, Center for Strategic and International Studies (CSIS). Dalam laporan terbarunya, CSIS menyatakan bahwa, meski AS memiliki dominansi kekuasaan, efektivitasnya tetap ada batasnya, terutama dalam hal kebijakan luar negeri yang menjadi tantangan AS saat ini.

Serangan 11 September, kata CSIS, telah membuat AS menjadi negara pemarah dan menakutkan. "Kita bereaksi sedemikian rupa, memberi peringatan pada masyarakat dunia… Kita terlalu berlebihan bergantung pada kekuatan militer dalam memerangi terorisme dan melawan para ekstrimis, " demikian CSIS.

Lebih lanjut disebutkan bahwa banyak rakyat AS yang sudah tidak percaya lagi pada kebijakan luar negeri pemerintahan Bush dan mereka ragu pemerintahan Bush telah berkata jujur tentang perangnya di Irak dan Afghanistan.

"Persepsi bahwa pemerintah AS tidak peduli dan tidak efektif bahkan sudah menjadi pembicaraan yang makin luas di kalangan non-warga negara AS. Pengaruh dan citra AS di seluruh dunia sudah makin menurun, dan nyaris tenggelam, " tulis CSIS.

Oleh sebab itu, CSIS-lembaga yang kerap memberikan masukkan pada pemerintah AS-mendesak agar Bush memperbaharui komitmennya pada lembaga-lembaga dan kesepakatan-kesepakatan internasional.

Selain itu, AS juga harus melepaskan sikap standar gandanya dalam kaitan hukum internasional. CSIS menyebutkan kasus pelecahan dan penyiksaan Penjara Abu Ghraib, sebagai contoh sikap standar ganda AS.

CSIS merekomendasi AS untuk mengubah kebijakannya yang berorientasi pada kekuatan otot menjadi kebijakan yang berorientasi pada hati dan pemikiran, dalam melawan terorisme.

"Pada akhirnya, peperangan ini akan dimenangkan dengan ide-ide pemikiran, bukan peluru, " sambung CSIS.

CSIS menghimbau presiden AS selanjutnya, mengedepankan arah baru yang lebih cerdas bagi kebijakan luar negeri AS, yaitu kebijakan yang seimbang antara tindakan yang keras dan yang lunak.

"Amerika harus merevitalisasi kemampuannya memberikan inspirasi dan melakukan pendekatan, dan tidak hanya menggantungkan diri pada kekuatan militernnya, " tegas CSIS. (ln/iol)