Human Right Watch International Kritik AS Soal Dokumen Tawanan Guantanamo

Human Right Watch International (HRWI), mengkritik Amerika perihal ditemukannya dokumen baru dalam proses interogasi terhadap para tawanan di Guantanamo. Ternyata, dalam dokumen tersebut tercantum bahwa umumnya para tawanan itu tidak memberikan informasi penting setelah diinterogasi dengan berbagai cara.

HRWI menjelaskan bahwa sejumlah dokumen baru dominan menginformasikan hal-hal yang tidak penting dan tidak mencantumkan berbagai hal yang telah ditemukan sebelumnya. Menurut Erick Olson, ketua eksekutif hubungan pemerintah dengan HRWI, “Meskipun demikian, pihaknya berterima kasih dengan temuan ini. Karena rincian yang sederhana itu bagaimanapun bisa menambah bantuan informasi untuk mengungkap lebih jauh apa yang terjadi atas para tahanan.”

Menurut Associated Press, “Dokumen-dokumen itu tidak mengungkapkan banyak hal terhadap para tahanan berbahaya. Dokumen itu hanya menjelaskan tentang profil tahanan dan sebab penangkapan mereka.” Sementara Brain Waitman, Jubir Pentagon, sebelumnya menjelaskan bahwa pihak pemerintah AS menemukan informasi penting yang diberikan para tawanan melalui interogasi.

“Kami tahu bahwa Al-Qaidah berupaya memiliki senjata penghancur masal. Kami tahu proses perekrutan anggota mereka. Kami juga tahu pusat-pusat pembinaan mereka dan kemampuan terorisnya. Baik dalam tahap latihan umum maupun latihan khusus.”

Tapi yang memunculkan tanda tanya, kenapa tidak ada pengakuan yang jelas tentang hal tersebut dari para tawanan? Itulah yang dipertanyakan Associated Press. Mayoritas tawanan, juga menyatakan bahwa mereka tidak bersalah sama sekali, dan tidak pernah menjadi ancaman terhadap AS jika mereka dibebaskan.

Associated Press juga menyodorkan sejumlah nama tawanan yang ada dalam dokumen tersebut. Antara lain, proses interogasi yang dilakukan atas tawanan asal Aljazair Muhammad Nakila. Ia dituduh merancang aksi untuk menyerang Kedutaan Besar Amerika di Bosnia. Dalam dokumen itu disebutkan perkataan Nakila, “Hati saya rela. Jika saya harus meninggalkan tempat ini maka perhatian pertama saya adalah untuk memberi penghidupan bagi isteri dan anak saya.”

Ada lagi ungkapan seorang tawanan asal Pakistan, Ziya Ali Syah, yang dituding sebagai supir pemerintah Thaliban di Afghanistan. Ia mengatakan, “Pada awalnya saya memang membenci orang Amerika. Tapi perasan saya menjadi lain ketika mengetahui serangan teror yang menimpa AS pada 11 September 2001. Saya sendiri belum pernah bertemu dengan orang Amerika. Ketika saya datang ke penjara di sini, interogasi begitu kasar. Lalu saya membenci orang Amerika lebih berlipat lipat. Tapi salah seorang mereka memperlihatkan kepada saya sejumlah foto serangan September. Ketika itu saya tahu bahwa mereka punya hak untuk marah, lalu saya mulai berkurang kebenciannya terhadap orang Amerika.”

Dalam dokumen itu juga disebutkan perkataan tahanan asal Afghanistan bernama Abdullah Mujahid. Ia mengatakan, “Ketika saya dibebaskan, saya akan sampaikan bahwa saya adalah orang miskin. Saya tidak punya harta cukup untuk memulai kegiatan ekonomi. Saya akan menerima pekerjaan apa saja dari orang Amerika maupun Afghanistan yang sekarang.” Seorang tawanan asal Afghanistan lainnya, Jano Nashrullah Husain mengatakan, “Saya tidak kenal Bin Ladin. Saya tukang kebun di kampung saya.” (na-str/iol)