Iran Ancam Hentikan Ekspor Minyaknya, Jika PBB Jatuhkan Sangsi

Iran mengancam siap melakukan boikot ekspor minyaknya untuk memperjuangkan hak negara itu mengembangkan energi nuklirnya.

Juru runding masalah nuklir Iran, Ali Larijani mengatakan, negaranya siap melancarkan balasan ‘menyakitkan’ jika PBB menerapkan sangsi.

Sebelumnya, para analis mengingatkan bahwa harga minyak bisa mencapai 100 dollar per barel dan kenaikan ini bisa memicu resesi di AS.

Dalam keterangan persnya, Minggu (6/8), Larijani mengatakan,"Kami tidak ingin menggunakan minyak sebagai senjata, tapi merekalah yang ingin membuatnya seperti itu pada kami. Iran seharusnya diberi kesempatan untuk membela haknya terhadap sudut pandang yang mereka kemukakan."

Pada kesempatan itu, Larijani mengingatkan Dewan Keamanan PBB untuk tidak menjatuhkan sangsi pada Iran. "Jika mereka melakukannya, kami akan bereaksi dengan cara yang akan menyakitkan mereka. Mereka seharusnya tidak berpikir bahwa mereka bisa menyakiti kami dan kami akan diam tanpa melakukan apapun," tegasnya.

Harga minyak mentah mencapai harga tertinggi bulan Juli lalu karena munculnya kekhawatiran bahwa negara-negara Arab akan melakukan boikot minyaknya setelah invasi Israel ke Libanon.

Setelah serangan pertama Israel ke Libanon, harga minyak mentah di Brent, Londong mencapai rekor tertinggi 78,10 dollar AS per barel dan di New York mencapai 78 dollar per barel.

Para pemain pasar masih khawatir dengan melonjaknya harga minyak mentah seiring dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Analis sumber-sumber alam di Franklin Templeton Investment, Fred Fromm mengatakan, makin banyak jumlah perusahaan yang melakukan langkah antisipasi untuk menghadapi kemungkinan harga minyak mentah mencapai 100 dollar per barel."

"Jika harga minyak mencapai level itu, dunia ekonomi dan pasar modal bisa mengalami depresi. Dampaknya pada pereknomian AS secara khusus akan sangat buruk," kata Fromm.

"Kenaikan harga minyak akan menimbulkan momok stagflasi. Hubungan ekonomi antara AS-Inggris dengan dunia Arab kemungkinan akan mengalami tekanan sebagai dampak dari perang ini," ujar Nader Habibi, ahli ekonomi Timur Tengah di kantor konsultan Global Sight.

Ia menyatakan, selain akan berdampak pada hubungan ekonomi, perang Israel-Libanon juga akan meningkatkan serangan teroris terhadap kepentingan-kepentingan Barat. (ln/worldnewsnetwork)