Jenderal Michael Suleiman, Presiden Baru Libanon

Jenderal Michael Suleiman resmi menjadi presiden ke-12 Libanon pada Minggu (25/5). Pemilihan Suleiman sebagai presiden baru Libanon, merupakan hasil kesepakatan antara kelompok pro-pemerintah dan kelompok oposisi di negeri itu dalam pertemuan Qatar yang dimediasi Liga Arab.

Dalam pidatonya setelah diambil sumpah sebagai presiden Libanon, Jenderal Suleiman yang sebelumnya menjabat sebagai kepala angkatan bersenjata menyerukan rakyat Libanon agar bersatu dan melakukan rekonsiliasi yang solid.

"Saya serukan pada Anda semua, para politisi dan rakyat untuk memulai sebuah fase baru bagi Libanon dan rakyat Libanon… untuk meraih apa yang menjadi tujuan bangsa ini, " ajak Suleiman.

Suleiman yang telah memimpin angkatan bersenjata Libanon sejak tahun 1998, oleh kelompok oposisi dan kelompok pro-pemerintah dinilai sebagai sosok yang mampu menciptakan persatuan di Libanon. Kepemimpinannya mulai menonjol ketika terjadi krisis di Libanon pasca terbunuhnya mantan perdana menteri Libanon Rafiq Hariri tahun 2005. Jenderal Suleiman mampu menjaga wibawa militer yang dipimpinnya untuk tidak terlibat dalam pertikaian politik yang terjadi. Ia juga menolak mengerahkan sekitar 56 ribu pasukannya untuk mengambil tindakan tegas saat terjadi aksi-aksi unjuk rasa anti-Suriah di Libanon dengan argumen, militer tidak selayaknya ikut campur dalam masalah politik.

Jenderal Suleiman juga dikenal sebagai figur yang "netral" dan mampu menjalin hubungan baik dengan kelompok oposisi Hizbullah maupun kelompok pro-pemerintah Libanon yang didukung negara-negara Barat.

Jenderal yang memiliki gaya bicara yang halus ini dalam pidatonya juga menyatakan siap membuka kembali hubungan yang baik dengan Suriah. "Kita selayaknya tidak selalu menjelek-jelekan Suriah, tapi kita sebaiknya menjalin hubungan baik sebagai dua negara yang berdaulat, " kata Jenderal penganut Kristen Marunit ini.

Jenderal Suleiman lahir di Amsheet, sebuah kota kecil di pesisir pantai utara Libanon pada tahun 1948. Ia meraih gelar kesarjanaan di bidang politik dan administrasi dari Universitas Libanon. Karir militernya dimulai pada tahun 1970 ketika ia masuk ke akademi militer, mengikuti jejak ayahnya. Sejak lulus pendidikan militer, dengan cepat ia berhasil melewati tahap-tahap pangkat kemiliterannya. Karirnya di kemiliteran makin cemerlang dan mencapai puncaknya ketika ia ditunjuk sebagai kepala angkatan bersenjata Libanon pada Desember 1998.

Jenderal yang juga ayah tiga anak ini, makin populer ketika ia berhasil memulihkan situasi Libanon Selatan pascaserangan Israel tahun 2006 dan berhasil memimpin pasukannnya melawan kelompok Fatah al-Islam dalam pertempuran di kamp pengungsi Nahr el-Bared pada bulan Mei dan September 2007. (ln/iol/aljz/al-arby)