Masjid-Masjid di Mesir Berikan Layanan Bahasa Isyarat untuk Para Tuna Rungu

Proyek yang dilakukan sejumlah masjid di Mesir, dengan menyediakan petugas yang menerjemahkan doa-doa dan khutbah dengan menggunakan bahasa isyrat, sangat membantu para tuna rungu untuk memahami isi doa dan khutbah imam di masjid.

Alaa al-Din al-Sayed adalah salah seorang yang membantu pihak masjid menerjemahkan doa-doa dan khutbah dalam bahasa isyarat, setiap sholat Jumat ia berdiri di depan mimbar di Masjid Sayeda Zainab, menerjemahkan doa dan khutbah Jumat imam masjid di hadapan ratusan jamaah tuna rungu yang hadir di masjid itu.

"Saya mempelajari bahasa isyarat dan meluncurkan proyek ini, untuk mengakhiri diskriminasi yang terjadi di mana saja, " kata Alaa al-Din al-Sayed.

Para jamaah yang tuna rungu memperhatikan gerakan tangan al-Sayed agar bisa memahami apa yang disampaikan imam masjid dalam khutbah dan doanya. Mereka sangat berterima kasih dengan upaya yang telah dilakukan al-Sayed.

"Sebelum ini, kami sangat jauh dari pesan-pesan Islam, " kata Ahmed Abed.

Di Kairo, hanya ada satu relawan, sementara dua relawan lainnya bertugas di kota lainnya di Mesir, yang bisa memberikan penjelasan tentang isi al-Quran dengan bahasa isyarat pada penderita tuna rungu. Di Mesir, Negara Seribu Menara yang memiliki jumlah penduduk sekitar 76 jiwa, ada sekitar dua sampai empat juta orang yang tuna rungu.

Al-Sayed, 34, adalah seorang guru dan punya saudara perempuan yang tuna rungu. Ia kemudian memutuskan untuk membuat sebuah lembaga swadaya masyarakat dengan nama "Sarkha" untuk membantu para tuna rungu.

"Ketika pertama kali kami diizinkan untuk memberikan layanan bahasa isyarat, para jamaah yang tuna rungu akan ditempatkan di barisan belakang, tapi saya minta agar mereka dibolehkan duduk di depan imam, sehingga mereka bisa berbaur dengan jamaah lainnya, " ujar al-Sayed.

Banyak sukarelawan di Mesir yang menyediakan fasilitas pendidikan dan dakwah untuk para tuna rungu. Di sebuah gedung kecil, di pasar di kawasan Mohandeseen berdiri kelompok "Rissala" yang menfasilitasi sekitar 100 remaja tuna rungu.

Menurut salah seorang relawan Rehab Abdallah, ada sekitar 70 anak lelaki dan 30 remaja puteri yang setiap hari datang untuk belajar bahasa, komputer dan agama. "Kami sengaja tidak menerima siswa terlalu banyak, " kata Abdallah.

Seorang ibu bernama Afaf Ahmad yang memiliki dua anak tuna rungu, memuji aktivitas kelompok itu. "Mereka mendidik anak-anak itu, dan menyelenggarakan kompetisi keagamaan dengan cabang-cabang lainnya. Anak saya menjadi juara pertama bulan September kemarin, " tukas Afaf Ahmad bangga.

Selama ini, banyak tuna rungu di Mesir yang mengeluh karena merasa tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. "Ketika saya berhaji ke Makkah sendirian, saya tidak bisa melakukan ritual-ritual haji karena tak ada orang yang membantu saya, " ungkap Adel Nemr, seorang pedagang di pasar Khan al-Khalili yang juga tuna rungu.

"Kami ingin diperlakukan seperti orang normal lainnya, seperti Muslim lainnya, " sambung Adel yang sangat menginginkan adanya stasiun televisi dan masjid khusus untuk tuna rungu. (ln/iol)