Matinya Malam-Malam Di Irak

Di Irak, malam adalah korban perang yang berlarut-larut. Rasa takut menghantui orang-orang yang keluar rumah mereka untuk sekadar jalan-jalan, di mana kematian dan kehancuran selalu mengintai di setiap sudut. Demikian laporan New York Times pada hari Minggu(8/11) kemarin.

"Saya sangat takut," kata Heidar Laith, seorang warga berusia 23 tahun di ibukota Baghdad.

"Dalam satu detik, nyawa kami bisa hilang begitu saja," tambahnya. Ia menceritakan bagaimana ia hampir tewas setahun lalu karena serangan bom.

Laith memiliki usaha jualan es krim di Karada, Baghdad. Usahanya itu hancur total karena serangkaian serangan berdarah dan ledakan bom yang menewaskan 64 tewas dan lebih dari 360 orang terluka.

Para penyerang tampaknya menargetkan restoran dan kafe, ruangan publik dan tempat belanja. Semua itu membuat rakyat Irak harus sudah ada di rumah setelah matahari terbenam.

Laith mengatakan biasanya Baghdad dalam kekosongan pada malam hari yang biasanya sibuk sekali.

Biasanya, setiap hari Kamis, akhir hari kerja di Irak, kafe es krimnya akan akan penuh sesak dengan keluarga yang berekreasi.

Tapi setelah terjadi peristiwa berdarah itu, Laith memperkirakan bahwa penjualan di tokonya menurun hingga 75 persen. "Anda lihat sekarang," keluh Laith. "Toko saya hampir kosong."

Setelah pertumpahan darah, polisi juga terus memenuhi jalan-jalan dan memerintahkan warga tinggal di rumah di bawah jam malam darurat.

"Mereka ingin agar orang di rumah mereka, seperti penjara."

Pada tahun 2003, AS menginvasi Irak, tanpa otorisasi PBB, dengan dalih bahwa negara kaya minyak itu menimbun senjata pemusnah massal, suatu hal yang sampai saat ini belum pernah terbukti.

Lebih dari tujuh tahun setelah invasi, Irak masih dicekam siklus kekerasan berdarah. (sa/onislam)