Mohamed Abder Rahim al-Sharkawy Kepercayaannya Zawahiry?

Mohamed Abdel Rahim al-Sharkawy menghabiskan waktunya selama 17 tahun di balik jeruji. Al-Sharkawy diekstradisi dari Pakistan ke Mesir pada tahun 1994. Kaum fundamentalis Islam di Mesir, dibebaskan dari penjara pada bulan Maret, tak lama Mubarak tersingkir dari kekuasaannya. Keluarganya melakukan banding, dan menyatakan al-Sharkawy tidak bersalah.

Orang-orang yang berdoa bersama Mohamed Abdel Rahim al-Sharkawy di sebuah masjid kecil di pusat kota Kairo berbisik tentang dia usai shalat. Sebagian besar jamaah adalah Muslim fundamentalis seperti Sharkawy. Al-Sharkawy seorang pria yang tenang dengan janggut yang lebat berwarna abu-abu.

Jamaah masjid itu mengatakan bahwa pria berumur 61 tahun dengan sorban berwarna, yang mirip orang-orang Pashtun di Afghanistan. Ada yang mengatakan Al-Sharkawy teman dari pemimpin Al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri. Mereka mengatakan ia sedang diawasi. Banyak menjaga jarak. Tetapi, lebih banyak lagi yang menjadi penggemar dan pengikutnya. "Dia memiliki posisi yang sangat unik tentang jihad," bisik salah satu pengagumnya. Mereka mengikuti dibelakang Sheikh itu setelah salat Jumat.

"Ada orang-orang yang hormat dan mereka yang takut karena cara saya berpakaian," kata Sharkawy. Kemudian, ia merenungkan gambarnya yang baru, dan ia tahu mereka memanggilnya sebagai tangan kanan Zawahiri. "Saya tidak tahu mengapa mereka mengatakan bahwa saya tangan kanan Zawahiri" katanya sambil tertawa. Kemudian, al-Sharkawy mengejek: "Say ditangkap pada tahun 1994. Jadi dari tahun 1994 sampai sekarang Zawahiri tanpa tangan kanannya", ejeknya.

Sharkawy adalah salah satu dari ribuan tokoh fundamentalis di Mesir yang muncul dalam beberapa bulan terakhir setelah Mubarak jatuh. Sebelumnya, mereka dibawah tanah selama 30 tahun. Mereka para tokoh fundamentalis itu diperangi oleh rezim Mubarak dengan teror dan kekerasan. Mereka para tokoh-tokoh fundamentalis itu selalu melakukan oposisi terhadap rezim Mubarak.

Sharkawy mengatakan, pengadilan Mesir memutuskan bahwa dia tidak pernah bersalah. Dia pernah menjadi bagian dari salah satu organisasi jihad di Mesir. Dia tidak pernah merencanakan serangan teroris. Bahkan, Al-Sharkawy dapat lebih banyak menceritakan tentang teror negara yang berlangsung selama puluhan tahun. Di masa pemerintahan Mubarak Mesir, berada di bawah hukum darurat militer, yang dapat bertindak apa saja atas keamanan negara terhadap mereka yang dianggap membahayakan.

"Semuanya dimulai pada tahun 1981, ketika Presiden Anwar Sadat dibunuh," ingat Abdel Rahman al-Sharkawy, putra tertua Sharkawy. Dalam memburu pembunuh Sadat, pemerintah memberlakukan keadaan darurat – hukum tidak jelas dan diterapkan secara luas. Hukum darurat itu mempunyai dampak yang luar biasa bagi mereka yang dituduh sebagai fundamentalis.

Penerapan hukum darurat militer itu, memungkinkan penangkapan dan penahanan tak terbatas. Keamanan negara menangkap ribuan Islamis. Sharkawy, adalah seorang insinyur minyak yang lulus sekolah perminyakan di Amerika Serikat. Tapi dia punya teman, seorang perwira tentara, yang menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Anwar Sadat. Sekembalinya ke Mesir, Sharkawy ditangkap. "Mereka menangkap semua orang yang tahu tentang peristiwa pembunuhan Anwar Sadat dan menahannya," kata Abdel Rahman. Wakil Presiden Hosni Mubarak telah mengambil alih pemerintahan, dan penjara penuh dengan teman-teman dan kenalannya, dan mereka yang diduga terlibat pembunuhan Sadat.

Sharkawy dipukuli di kepala dan disetrum berulang kali selama tiga tahun sebelum dibebaskan tanpa dakwaan. Banyak tahanan yang mengalami nasib seperti dirinya. Beberapa tahun kemudian, ketika orang lain mencoba membunuh deputi menteri dalam negeri, berulang lagi penangkapan dan penahanan, serta penyiksaan. "Mereka mengumpulkan semua orang yang telah ditangkap sebelumnya," kata Sharkawy. Sekali lagi, aparat memukuli kepala dan sekujur badan dan membuat kejutan listrik. "Saya tidak bisa berjalan. Kakiku sangat bengkak," katanya, mengangkat bagian bawah celananya untuk mengungkapkan lukanya yang permanen.

Penyiksaan itu tujuannya adalah untuk memperoleh pengakuan. "Mereka tidak mengumpulkan informasi. Mereka mengumpulkan orang-orang dan teman-teman mereka," kata Sharkawy. Perilaku aparat keamanan itu menjadi ciri transaksi rezim Mubarak dengan tahanan mulai dari tersangka kriminal atau oposisi. Hukum darurat militer yang digunakan Mubarak dalam menjaga kekuasaannya itulah, yang kemudian menjadi kuncipemberontakan yang menggulingkan Mubarak pada bulan Februari 2011.

Kurang dari setahun setelah pembebasannya kedua kalinya, Sharkawy melaksanakan haji ke tanah suci Mekkah. Sementara ia di sana, teman lama – seorang perwira tentara yang awalnya kenalan dia dipenjara – kemudian melarikan diri dari penjara. Keamanan negara menggerebek rumah-rumah semua orang sekitar penjara, mencari pelarian periwara itu. Ketika Sharkawy menelepon ke rumah untuk memeriksa keluarganya, keamanan sudah ada. Ibunya menyuruhnya untuk tidak datang kembali.

Tetapi, Sharkawy mengingat kembali masa kelam, selama pemerintahan rezim Mubarak, yang sangat kejam, dan tidak pernah dapat melupakannya.

Ia ingin menegakkan Islam di negeri Pyramida itu, dan berjanji bersama dengan teman-temannya tetap berjuang bersama dengan mereka. (mh/tm)