Pemenang Nobel, Muhammad Yunus Serukan Pemimpin Dunia Perangi Kemiskinan

Ekonom asal Bangladesh yang mendapat penghargaan hadiah Nobel Perdamaian Muhammad Yunus mendesak para pemimpin dunia untuk berjuang memberantas kemiskinan dan berhenti membuang-buang uang hanya untuk perang seperti yang terjadi di Irak.

"Kemiskinan adalah ancaman bagi perdamaian," kata Yunus dalam pidatonya saat menerima hadiah nobel pada Minggu (10/12) di kota Oslo, Norwegia yang dihadiri sekitar 1.000 undangan termasuk Raja Harald dan Ratu Sonja dari Nowegia.

Dengan optimis ia mengatakan, sangat mungkin untuk membebaskan masyarakat dunia dari kemiskinan dan sudah saatnya kemiskinan di masukkan ke musium.

Yunus yang dijuluki "bankir bagi rakyat miskin" ini adalah orang Bangladesh pertama yang menerima hadiah Nobel. Ia diberi penghargaan itu atas aktivitasnya membantu jutaan masyarakat miskin Bangladesh lewat bank yang didirikannya, Grameen Bank. Yunus memberikan pinjaman lunak, khususnya bagi kaum perempuan miskin yang tinggal di kawasan pedalaman Bangladesh.

Selain Muhammad Yunus, perwakilan dari Grameen Bank, Mosammat Taslima juga menerima tanda penghargaan dan medali emas.

Taslima, dengan bakat wirausahanya berhasil pengembangan usahanya yang meliputi perkebunan buah mangga, ternak ikan dan alat angkut roda tiga, yang dioperasikan oleh suaminya. Ia terpilih sebagai salah satu dari sembilan orang jajaran pengurus Grameen Bank.

"Jika anda berhasil melipatgandakan orang seperti Taslima sampai tujuh juta orang anda akan merasakan manfaat dari Grameen Bank di Bangladesh," kata Yunus pada para wartawan sehari sebelum acara penyerahan Nobel.

Grameen Bank bergerak dalam pemberian pinjaman "mikrokredit" untuk membantu pengusaha lemah mulai dari pembuat keranjang anyaman sampai peternak ayam. Bank tersebut dimiliki oleh para nasabahnya yang berasal dari kalangan miskin, bahkan ribuan pengemis menjadi nasabah Grameen Bank.

Dua sampai tiga persen nasabah bank itu adalah kaum perempuan, yang menjadi salah satu faktor penting bagi terpilihnya Yunus, sebagai pelopor dan pendiri bank tersebut sebagai pemenang Nobel 2006.

Salah satu program pinjaman yang sukses dilakukan Grameen Bank adalah pinjaman yang diberikan pada kaum perempuan yang tinggal dikawasan pedalaman untuk membeli handphone, kemudian membuka layanan penjualan handphone di desa-desa mereka.

Saat ini, ada lebih dari 300 ribu "telephone ladies"-sebutan bagi kaum perempuan penjual handphone yang menjadi target program pinjaman tersebut-di seluruh Bangladesh. Empat di antaranya berhasil masuk dalam 13 orang jajaran direktur Grameen Bank.

Mereka semua hadir di Oslo untuk berbagi kebahagiaan atas hadiah Nobel yang oleh Yunus disebut sebagai hasil jerih payah bersama.

Kemiskinan dan Terorisme

Kesempatan menerima hadiah Nobel digunakan Yunus untuk mengkritik negara-negara Barat yang menggunakan strategi militer dalam melawan terorisme. Ia berpendapat, kemiskinan adalah satu penyebab munculnya terorisme.

"Saya meyakini terorisme tidak bisa diberantas dengan menggunakan tindakan militer," kata Yunus seraya menambahkan bahwa AS telah menghabiskan lebih dari 530 milyar dollar dalam perang di Irak.

Ia menambahkan, serangan 11 September telah menyebabkan dunia tergelincir dari mimpi semula untuk menghapus kemiskinan pada 2015, yang sudah menjadi kesepakatan para pemimpin dunia di PBB pada awal millenium baru tahun 2000 kemarin.

Akibat peristiwa 11 September, kata Yunus, perhatian dunia beralih dari perang melawan kemiskinan ke perang melawan terorisme.

"Terorisme harus dikecam sekeras-kerasnya, tapi dunia juga harus memperhatikan apa yang menjadi akar persoalan terorisme," katanya

"Menjadikan sumber-sumber daya untuk meningkatkan kehidupan rakyat miskin adalah strategi yang lebih baik daripada menghabiskannya untuk senjata," sambung Yunus.

Komite Hadiah Nobel menyebut Yunus, 66, sebagai "Ghandi modern" dan memuji upayanya untuk "menciptakan pertumbuhan ekonomi dan sosial dari kalangan bawah,"

"Barat sudah belajar dari Yunus, dari Bangladesh dan dari bagian dari umat Islam di dunia," puji Ole Danbolt, ketua Komite Hadiah Nobel di Norwegia. (ln/iol)