"Andaikan Kami Tak Dikaruniai Anak", Gumam Seorang Ibu di Irak

Seorang ibu. Tiga bulan lalu, ia baru saja melahirkan anaknya. Sudah tiga bulan pula ia tak melihat jalanan di luar rumahnya. Ia sebenarnya sangat bosan untuk duduk di dalam rumah. Ia pun memohon pada suaminya yang bernama Salim, untuk menemaninya keluar rumah.

Sang suami yang merasa kasihan akhirnya mau memenuhi keinginannya. Keluarlah suami isteri tersebut sambil membawa dua anak mereka. Ketika itulah keduanya melihat pemandangan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Mereka lalu bergumam menyesal mempunyai anak….

Kedua suami isteri itu berjalan mendekati pasar lokal di sisi Barat Daya Baghdad, untuk membeli es krim dan beberapa keperluan rumah. Salim dan isterinya melewati sekelompok anak-anak Syiah dan Sunni yang bermain bola dengan semangat. Tak lama kemudian, keduanya melihat dua buah mobil berhenti di sisi lapangan yang menjadi tempat main anak-anak itu. Lima orang membawa senjata turun dari mobil. Kostum dan gaya mereka sudah dikenal di masyarakat Irak. Mereka orang-orang berdarah dingin karena tega membunuh banyak orang dalam hitungan detik. Lalu… rentetan senjatapun memecah suasana hari itu..

Harian Times terbitan Inggris menguraikan peristiwa itu langsung dari sang suami, Salim yang berusia 28 tahun. Saat bercerita, Salim meneteskan air mata. “Kami mendengar suara tembakan yang hampir saja mengenai tubuh kami, sampai kami mengira bahwa kamilah yang menjadi sasaran tembak mereka. Saya berhenti untuk mengetahui apa yang terjadi. Aku lihat, ternyata anak-anaklah yang menjadi sasaran tembak mereka. Aku melihat sendiri ada delapan anak terkapar di atas tanah. Tapi orang-orang bersenjata itu masih saja terus menerus menembakkan senjatanya ke arah mereka. Mereka seperti ingin menegaskan bahwa semuanya memang sudah tak bernyawa lagi…. ”

“Aku menyaksikan peristiwa yang belum pernah aku lihat sepanjang hidupku. Aku takkan lupa dengan pemandangan itu. Aku melihat mereka menembakkan senjata ke arah anak-anak. Cara mereka menembakkan senjata, seperti orang gila…” ujar Salim lagi.

Menurut Salim, yang bekerja sebagai penerjemah disejumlah yayasan asing di Irak, orang-orang bersenjata itu kemudian pergi begitu saja. Sementara tak satupun orang yang mendekati jasad anak-anak yang sudah meninggal itu. Tak satupun orang yang berinisiatif untuk memberi pertolongan pada anak-anak itu. “Kaum pria justeru berhamburan ke dalam rumah dan mempersiapkan senjata mereka. Setelah itu, pecahlah kontak senjata antara kelompok Sunni dan Syiah… “

Salim menambahkan, “Aku tak mengerti apa yang sedang terjadi. Tetangga yang baru saja saling berbincang dan bercengkrama, tiba-tiba menembakkan senjata satu sama lain. Lalu, di tengah kontak senjata itu, aku mendengar seorang ibu berteriak memelas untuk melihat anaknya. Ia ingin tahu, apakah anaknya sudah mati atau masih hidup. Aku melihat apa yang sulit aku percaya. ”

Yang membuat Salim tak percaya adalah, bagaimana mungkin orang-orang mendiamkan anak-anak yang meninggal dan terluka parah itu tergeletak begitu saja, lalu mereka justru berperang satu sama lain. Anak-anak yang menjadi korban itu akhirnya dilarikan ke rumah sakit Yarmouk, dua jam setelah peristiwa tersebut.

Menurut Times, setelah kejadian itu, Menteri Dalam Negeri Irak mengumumkan jumlah korban sembilan orang anak akibat serangan membabi buta. Tapi keterkejutan atas peristiwa itu tertelan dengan informasi lain yang menyebutkan bahwa ada 50 orang sipil di Irak yang tewas dalam satu hari itu, di sejumlah tempat berbeda di Irak. (na-str/iol)