Sudah Saatnya AS Buka Kembali Hubungan Diplomatik dengan Iran dan Suriah

Sejumlah kalangan di AS menilai sudah saatnya pemerintah AS memperbaiki kebijakannya di Timur Tengah dan membuka kembali hubungan diplomatik dengan Iran dan Suriah, demi terciptanya perdamaian di kawasan itu.

Mereka mengungkapkan hal itu mengomentari pertemuan antara pejabat-pejabat AS dengan para pejabat Iran dalam satu ruangan di konferensi yang membahas upaya pencegahan kekerasan sektarian di Irak, pada Sabtu (10/3). AS selama ini menolak bertemu dengan para pejabat Suriah dan Iran, karena menuding Iran dan Suriah berperan dalam aksi-aksi terorisme.

Duta besar AS untuk Irak, Zalmay Khalilzad menggambarkan pertemuan itu seperti pertemuan bisnis yang hangat dan konstruktif. Banyak yang menilai pertemuan itu merupakan pertanda bahwa pemerintahan Bush sudah menyadari kesalahannya dan mau membukan kembali hubungan dengan Iran.

"Perubahan sikap Bush adalah sebuah pengakuan bahwa AS tidak akan sukses secara diplomatik, kecuali AS mau lebih serius memahami apa yang dibutuhkan negara lain, " kata Nikolas K. Gvosdev, editor National Interest-sebuah jurnal kebijakan luar negeri-pada The Los Angeles Times. Ia menambahkan, koalisi yang diklaim AS di Irak tidak cukup menyelesaikan persoalan.

Pada surat kabar yang sama, seorang diplomat Eropa menyatakan, upaya serius dari pemerintah AS untuk bergerak ke arah yang benar, akan mendapatkan penilaian positif di dunia Arab, Eropa dan tempat-tempat lainnya.

Menurut mantan pejabat senior pemerintahan Bush, Richard Haass, era AS di Timur Tengah sudah berakhir seiring dengan agresinya di Irak dan dukungan butanya pada Israel.

Sementara, seorang pejabat senior Arab pada The Washington Post mengatakan, sejak tahun 2000 tidak ada upaya proses ke arah perdamaian, baru akhir-akhir ini saja pemerintahan Bush mulai menyadari bahwa perannya di Timur Tengah sudah berakhir.

"Mereka mulai menghubungan titik-titik krisis-krisis yang terjadi di Timur Tengah, " kata diplomat Arab tadi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan kebijakan pemerintah AS, menurut penasehat menteri luar negeri AS, Philip D. Zelikow, adalah mundurnya beberapa tokoh garis keras di pemerintahan Bush, seperti menteri pertahanan Donald Rumsfeld. "Perubahan di Pentagon cukup membantu, " katanya pada The Washington Post.

Para diplomat dan pejabat AS selama ini meyakini bahwa Rumsfeld kerap ikut campur dalam kebijakan luar negeri Bush. Rumsfeld berulang kali mengatakan, membuka dialog langsung dengan Iran akan mendapatkan penilaian buruk.

Lain lagi pendapat James Dobbins, mantan diplomat dan utusan khusus Bush. Ia menilai perubahan kebijakan atas Iran maupun Suriah adalah upaya Bush untuk mendongkrak kembali popularitas partainya, Partai Republik.

"Kurang dari satu setengah tahun sebelum pemilihan presiden, mereka mengakui sedang berada di bibir jurang, " kata Dobbins.

Meski demikian, ada pejabat AS yang menilai terlalu cepat mengatakan bahwa Bush sudah mengubah kebijakannya, hanya karena bertemunya para pejabat AS dan Iran dalam konferensi di Irak.

"Semua orang tiba-tiba saja mengatakan bahwa ini adalah perubahan sikap, bahkan mengatakan ini pertanda kesuksesan, " kata pejabat tadi.

" Tidak secepat itu untuk berhubungan dengan Iran. Kami akan secara selektif melihat kesempatan-kesempatan untuk menciptakan perubaha sikap mereka (Iran). Inilah yang namanya diplomasi, " tambah seorang pejabat senior di kementerian luar negeri AS.

Akankah Bush benar-benar akan mengubah sikapnya pada Iran atau Suriah, masih harus dibuktikan. Pasalnya, pernyataan-pernyataan Bush terakhir masih menunjukkan sikap bahwa AS tidak akan duduk bersama dalam satu meja dengan Iran, kecuali Iran lebih dulu menghentikan penyaaan uraniumnya. Dan Iran masih tetap bersikap bahwa pihaknya tidak akan menuruti kemauan Bush. (ln/iol)