Tak Sediakan Minuman Keras, Hotel Grand Hyatt Mesir Terancam Sanksi

Negara Mesir boleh bangga memiliki pusat pendidikan Islam terbesar di dunia, Universitas Al-Azhar. Tapi sikap pemerintahan negara yang saat ini dipimpin oleh Presiden Husni Mubarak, sama sekali tidak mencerminkan pemerintahan yang Islami.

Hal itu tercermin dari ancaman otoritas pemerintah Mesir terhadap Hotel Grand Hyatt, hotel bintang lima di negara itu. Pihak Mesir mengancam akan menjatuhkan sanksi bagi hotel tersebut, jika pemiliknya tetap menolak menyediakan minuman beralkohol di hotelnya.

Presiden Asosiasi Perhotelan Mesir, Fathi Nur mengatakan pihaknya memberi batas waktu sampai tanggal 2 Juli bagi Grand Hyatt. "Jika pemiliknya tetap menolak menyediakan minuman beralkohol, maka status bintang lima hotel tersebut akan diturunkan menjadi bintang dua, " kata Fathi Nur.

Bulan Mei lalu, Abdulziz al-Brahim, pemilik hotel yang masik keluarga kerajaan Saudi membuat keputusan untuk tidak menyediakan minuman beralkohol di hotelnya. Ia memerintahkan agar 2.500 botol minuman beralkohol yang ada di hotelnya dimusnahkan.

"Minuman senilai 300 ribu dollar dibuang ke selokan setelah keputusan itu, dan ini merupakan pelanggaran terhadap aturan perhotelan di Mesir, " sambung Fathi Nur.

Sementara pemilik hotel Grand Hyatt Mesir melakukan negosiasi dengan pusat jaringan Hotel Hyatt Internasional di Chicaco, AS agar diizinkan untuk tidak menyediakan minuman beralkohol. "Kami sedang bernegosiasi. Negosiasi akan berlangsung hingga dua atau tiga minggu, " kata juru bicara Grand Hyatt, Sally Khattab.

Para ulama di Mesir mendukung keputusan pemilik Hotel Grand Hyatt. Syaikh Abdul Baqi dari Pusat Riset Islam Universitas Al-Azhar menilai positif kebijakan itu karena akan memjadi alternatif bagi hotel tersebut untuk menjadi hotel yang Islami. "Kebijakan itu harus didukung, " kata Syaikh Abdul Baqi. (ln/iol)