UU Moralitas Malaysia tidak Berlaku untuk Non-Muslim

Pejabat senior pemerintah Malaysia menegaskan, undang-undang moralitas yang berlaku di negeri Jiran itu tidak berlaku pada warga non Muslim.

"Warga non Muslim yang berciuman dan berpelukan di depan publik tidak akan dikenai hukuman berdasarkan undang-undang moralitas. Kami hanya akan memberlakukannya pada warga Muslim," kata Mustafa bin Abdul Rahman, Direktur Jenderal Departemen Pengembangan Agama Islam Malaysia seperti dikutip AFP.

Abdul Rahman mengatakan, warga non Muslim meski terlihat oleh rekannya yang Muslim, tidak akan menghadapi ancaman sangsi atas kelakuan mereka yang dianggap tidak senonoh.

Undang-undang moralitas yang memberlakukan sangsi bagi mereka yang tertangkap basah bertingkah laku tidak sopan dan tidak senonoh, sempat menimbulkan polemik di Malaysia. Pengadilan Federal telah menetapkan bahwa pemerintah kota Kuala Lumpur memilik otoritas untuk menjadikan undang-undang tersebut sebagai dasar untuk menuntut warga Muslim yang kedapatan bersikap tidak senonoh di depan publik. Dengar pendapat dengan para hakim telah dilakukan agar otoritas berwenang bisa menentukan apakah berpelukan dan berciuman merupakan tindakan yang tidak senonoh.

Jumlah warga Muslim di Malaysia meliputi 60 persen dari 26 juta penduduk negeri itu, 35 persen di antaranya adalah etnis China dan India yang kebanyakan menganut agama Budha, Hindu dan Kristen, sisanya berasal dari beragam etnis dan Eurasia.

Abdul Rahman mengatakan, warga Muslim belum menikah dan kedapatan melakukan tindakan yang tidak senonoh akan dituntut ke pengadilan agama. "Jika ada laporan bahwa ada sepasang warga Muslim bertingkah amoral di tempat-tempat sepi, maka penegakkan hukum akan berlaku bagi mereka," katanya.

"Jika ada bukti bahwa pasangan itu belum menikah dan tidak punya hubungan kerabat, maka pasangan tersebut akan dibawa ke pengadilan dengan hukum syariah."

Undang-undang ini memicu aksi unjuk rasa kelompok pendukung partai oposisi. Mereka melakukan aksi demo di luar Balai Kota Kuala Lumpur untuk memprotes pemberlakuan undang-undang tersebut.

Mantan deputi perdana menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengecam undang-undang itu dan menyebut otoritas keagamaan di Malaysia sudah ‘kurang kerjaan’. Menurut tokoh pendiri organisasi Pemuda Islam ini, undang-undang itu terlalu berlebihan.

"Undang-undang itu merugikan orientasi seluruh umat Islam, umat Islam yang memiliki pandangan yang moderat," katanya.

Seorang menteri Malaysia baru-baru ini mengingatkan, pemberlakukan undang-undang moralitas yang kelewat ketat akan merugikan sektor pariwisata yang menjadi sumber devisa penting bagi Malaysia.

Malaysia memang sedang giat membangun dan mempercantik diri untuk mewujudkan ambisi negara itu menjadi negara Muslim yang paling maju. Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, pada Jumat (31/3) lalu mengungkapkan rencana besar Malaysia itu untuk menjadi negara Muslim pertama yang menjadi negara maju pada 2020 mendatang. (ln/iol)