WP Manipulasi Pernyataan Haneya Soal Pengakuan Hamas terhadap Israel

Ismail Haneya, pemimpin Hamas yang juga calon PM Palestina mendatang menafikan kebenaran informasi yang disampaikan harian Washington Post (26/2), perihal kemungkinannya mengakui eksistensi penjajah Zionis Israel. Washington Post (WP) memberitakan cuplikan wawancara dengan Haneya, yang menyebutkan bahwa Hamas siap mengakui Israel bila Israel bisa menyerahkan wilayah Palestina pada perbatasan tahun 1967. Dalam kutipan wawancara itu, WP menulis perkataan Haneya: “Ada sejumlah kemungkinan untuk mencapai gencatan senjata jangka panjang.”

Kepada para wartawan di Ghaza, Haneya menyampaikan klarifikasi soal pemberitaan WP. Ia menegaskan, “Sebenarnya tema pengakuan Israel tidak saya singgung dalam wawancara dengan wartawan harian WP.” Ia menyampaikan berulangkali tentang sikap Hamas yang selama ini menjadi prinsip perjuangan mereka. “Yang saya tegaskan di sana adalah bahwa jika Israel pergi dari tanah pendudukan tahun 1967, termasuk Jerussalem dan membebaskan seluruh tahanan serta memberikan hak untuk pulang kembali kepada para pengungsi Palestina ke negeri mereka, lalu Hamas ketika itu mungkin melakukan gencatan senjata jangka panjang.”

Sementara harian WP menyebutkan, jika Israel memberi bangsa Palestina sebagai negara yang berdaulat, mengembalikan semua hak-haknya, maka Hamas akan mengakui keberadaan Israel. Dalam harian yang sama, disebutkan pula bahwa Haneya mengatakan, akan menempuh mekanisme berkomunikasi dengan Israel jika Israel menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jerussalem, lalu mengakui ‘hak kembali’ pada para pengungsi yang terusir pada perang tahun 1948.

Sementara itu, kepada Islamonline, jubir Fraksi Hamas di Parlemen, DR. Shalah Bardawael mengatakan bahwa Hamas masih tetap konsisten dengan sikapnya. Hamas tidak akan mengakui pendudukan Israel dan tidak akan mengabaikan point permanen yang harus diperjuangkan bangsa Palestina. “Setelah saya memeriksa harian WP yang melakukan wawancara itu, ada satu kesimpulan utama yang sangat jelas pada kalimat, “Jika Israel meninggalkan wilayah jajahan pada 1967, memulangkan para pengungsi, membebaskan tahanan, maka semua peristiwa itu akan disikapi dengan sikap Hamas.” Dan yang diucapkan Haneya dalam wawancara itu saat ditanya persoalan yang sama, disebutkan, “Jika Israel mengatakan hal itu maka kami mungkin menempuh perdamaian secara bertahap.” Jadi, tidak ada kalimat pengakuan eksistensi Israel dalam wawancara tersebut. (na-str/iol)