Awas! LGBTQ Membidik Anak

Dalam perspektif komunikasi massa, film sebagai salah satu saluran media massa, mampu memberikan pengaruh yang ekstensif dalam waktu singkat. Pengaruh itu memiliki potensi penerimaan yang besar jika audiensnya pasif.

Hal yang perlu diketahui, anak merupakan tipologi audiens pasif yang cenderung lebih mudah menerima pesan dalam film. Kesadaran intelektualitas, sosial, dan spiritualitas yang belum memadai, membuat mereka belum bisa melakukan negosiasi terhadap pesan yang diterimanya.

Kemudahan penerimaan anak terhadap narasi film tidak terlepas dari penyajian unsur sinematik yang menarik, seperti tampilan latar, warna, suara, kostum, make up, karakter, pergerakan karakter, dan lainnya.

Unsur itu tentu dibangun sedemikian rupa agar mampu menjadi pesan persuasif yang menarik perhatian anak. Lebih lanjut, perpaduan narasi dan unsur sinematik yang didukung oleh intensitas menonton akan menciptakan dependensi anak terhadap film.

Efek jangka panjangnya bisa memengaruhi pembentukan sikap dan perilaku mereka pada masa mendatang, meniru seperti apa yang ada di dalam film.

My Little Pony bukanlah film kartun pertama yang menampilkan narasi LGBTQ (lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer). Ada beberapa film kartun lain yang pernah menampilkan hal serupa, seperti Beauty and The Beast (2017), Finding Dory, dan Doc McStuffin.

Ada yang menampilkannya secara jelas, tetapi ada juga yang hanya terselip di beberapa framenya. Kedetailan ini yang perlu menjadi perhatian orang tua. Pembentukan sikap dan perilaku anak tidak hanya bergantung pada lingkungan, tetapi juga media yang diaksesnya.

Oleh karena itu, selektivitas memegang peran penting. Sebijaknya, orang tua jangan mudah begitu saja memberikan asupan hiburan pada anak.