Cuannya ke China, Utangnya Ditanggung Rakyat Indonesia, Gigin: Kereta Cepat Tidak Perlu Dibanggakan

eramuslim.com – Pengamat Kebijakan Publik, Gigin Praginanto, kembali mengkritik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Dia menilai, proyek itu hanya menguntungkan pihak China.

“Proyek ini gak perlu dibanggakan karena sesungguhnya hanya kereta api China yang dioperasikan di Indonesia. Cuannya juga lari ke China meski biayanya pembangunan dan operasional ditanggung rakyat Indonesia,” tulis Gigin Praginanto melalui akun twitternya @giginpraginanto, sembari menautkan berita terkait, dikutip Minggu (27/8/2023).

Diberitakan, sebuah dokumen mengungkap jumlah pegawai asal Cina di proyek KCJB lebih banyak dibandingkan dari Indonesia—khususnya pada bagian jasa pengadaan layanan operasi dan pemeliharaan.

Jumlah pegawai Cina disebutkan sebanyak 771 orang untuk posisi staf belum termasuk pimpinan, deputi, manajer, insinyur, dan penerjemah.

Sementara pegawai asal Indonesia hanya 95 orang dengan posisi yang bervariasi. Dokumen tersebut merupakan lampiran surat PT Kereta Cepat Indonesia China (PT KCIC) yang ditujukan kepada Liu Zhenfang, Ketua Dewan dan Sekretaris Group China Railway tentang Pengadaan Penyedia Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan.

“Surat KCIC untuk China Railway Design Corporation (CDRC) pada Juli 2023,” tertulis dalam dokumen itu. Surat tersebut bernomor 0072/HPP/HP/KCIC/07.2023.

Sekretaris PT KCIC, Eva Chairunisa, menjelaskan dalam persiapan pengoperasian kereta cepat pihaknya memang bekerja sama dengan Konsorsium PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI dan China Railway. Kerja sama itu dilakukan khusus untuk kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan sepur kilat itu selama satu tahun ke depan.

China Railway memiliki pengalaman mengoperasikan jaringan kereta cepat di Cina sepanjang 40.000 kilometer. Demikian halnya PT KAI adalah BUMN Perkeretapian di Indonesia.

Untuk diketahui pula, setelah dilakukan audit menyeluruh, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya sebesar Rp1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp18,02 triliun.

Angka tersebut merupakan hasil audit dari setiap negara yang kemudian disepakati bersama. Dengan demikian, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp108,14 triliun.

Nilai setelah pembengkakan ini sejatinya bahkan sudah jauh melampaui investasi dari proposal Jepang melalui JICA yang memberikan tawararan proyek KCJB sebesar 6,2 miliar dollar AS dengan bunga 0,1 persen. (sumber: fajar)

Beri Komentar