Dana Haji itu ada Akadnya, Tak Bisa Dipakai Sembarangan

Eramuslim.com -Di tengah kekurangan dana untuk proyek-proyek infrastruktur, Presiden Joko Widodo memerintahkan agar kelolaan dana haji ikut dilibatkan. Hal ini memicu perdebatan di publik. Pasalnya, sangat tidak etis dana haji ini digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur.

Menurut pengamat ekonomi syariah dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Irfan S. Beik, penggunaan dana haji untuk digunakan ke proyek infrastruktur tak bisa sembarangan. Karena itu dana umat maka harus ada pengkajian secara mendalam.

“Bagaimana kalau dana itu default (gagal bayar)? Atau proyek infrastrukturnya mangkrak? Tentu calon jamaah haji yang dirugikan. Artinya jaangan karena itu perintah Presiden, langsung diikuti saat itu juga,” kata dia, kepada Aktual.com, Kamis (27/7).

Sejauh ini, kelolaan dana haji baik setoran awal, nilai manfaat, dan dana abadi umat mencapai Rp95,2 triliun. Dan hingga akhit tahun bisa mencapai Rp100 triliun.

Irfan menegaskan, aspek risisko itu harus betul-betul menjadi perhatian serius pemerintah, terutama badan baru yang belum lama ini dilantik, Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Untuk itu, kata dia, pihak BPKH dalam melakukan investasi itu harus ke sektor yang memenuhi syarat, pertama, dari sisi risiko dapat dikelola (managable), dan kedua, dari sisi memberikan return atau imbal hasil yang baik.

“Walaupun memang yang namanya investasi itu ada peluang terjadinya kerugian, tapi kalau harus di infrastruktur, itu high risk (risiko tinggi). Apalagi kalu dana semunya sekitar Rp80 triliun diinvestasikan di infrastruktur itu sangat tidak tepat,” cetus dia.

Mestinya, dari aspek syariah, dana-dana yang digunakan sebagai pembiayaan infrastruktur itu cukup menggunakan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Menurut dia, sekalipun penggunaan dana haji itu dijamin pemerintah, tetap tak bagus juga. “Karena pasti akan berdampak negatif sekalipun negara akan mengganti dan menjamin dananya tak akan hilang, tetap itu menjadi preseden yang buruk, jika infrastrukturnya itu gagal,” ingat dia.

Dia memberi contoh, di Malaysia saja yang pengelolaan dana hajinya sudah maju tak menempatkan dana itu di infrstruktur. Mereka justru lebih banyak menaruh dana itu di perkebunan sawit, bahkan lahan-lahannya itu ada di Indonesia.

“Jadi, yang perlu diingat, segala keinginan Presiden itu tak mesti sepenuhnya langsung dilakukan tanpa pengkajian terlebih dahulu. Yg pasti harus dipilih (portofolio investasi) dengan hati-hati,” ujar dia.

Irfan juga menyoal terkait persetujuan dari pemilik dana, karena akad awalnya itu bukan untuk infrastruktur seperti layaknya pembeli SBSN. Untuk itu, pemerintah jangan gegabah. Perlu ada fatwa terlebih dahulu dari Dewan Syariah Nasional MUI.

“Makanya BPKH ini bisa  bekoordinasi dengan DSN untuk merumuskan akad yang digunakan. Jangan sampai nantinya secara syariah ada yang salah,” pungkasnya.(kl/akt)

https://m.eramuslim.com/resensi-buku/konspirasi-penggelapan-sejarah-indonesia-eramuslim-digest-edisi-10.htm