Dukung Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Fahri Hamzah: Agar Ada Sinergi dengan Eksekutif

eramuslim.com – Fahri Hamzah, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, juga memberikan pandangannya terkait polemik mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.

Menurut Fahri, keputusan MK tersebut secara umum terkait dengan perubahan Undang-Undang (UU) KPK yang menegaskan bahwa KPK dalam menjalankan tugasnya berada di ranah eksekutif.

Hal ini diatur dalam Pasal 3 dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pasal disebutkan bahwa, “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.”

“Jadi memang diperlukan agar koordinasi kerja kelembagaan dapat disesuaikan dengan tahapan tahapan yang ada pada cabang kekuasaan eksekutif negara yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia yang juga memiliki masa jabatan lima tahun,” kata Fahri Hamzah kepada wartawan, Sabtu (27/5/2023).

Menurutnya, usai presiden dilantik akan mendapatkan tugas untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang diatur melalui operasionalnya melalui rancangan anggaran RAPBN.

“Sehingga lembaga dalam cabang kekuasaan eksekutif perlu menyesuailan diri agar sinergi dan orkestrasi penyelenggaraan negara termasuk pemberantasan korupsi di dalamnya berada dalam satu irama yang terencana,” tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, MK mengabulkan judicial review soal masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. MK juga memutuskan, batas usia menjadi pimpinan KPK tidak harus berumur 50 tahun.

Adapun gugatan soal masa jabatan dan batas usia pimpinan KPK ini sebelumnya diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada November 2022 lalu.

“Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan pada Kamis (25/2023).

Dalam putusan MK menyatakan, Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi, ‘Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan,’ bertentangan dengan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, ‘berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 pada proses pemilihan,” kata Anwar Usman.

Pada putusan selanjutnya, MK menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi, ‘Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipiih kembali hanya untuk sekali masa jabatan’, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, ‘Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan,” ujar Anwar Usman.

Putusan terakhir, MK memerintahkan pemuatan putusannya dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

 

(Sumber: Suara)

Beri Komentar