F-KB: Rekruetmen CPNS Diskriminatif terhadap Lulusan Pesantren

Rekrutmen CPNS yang berlangsung pada Februari ini banyak menyisakan masalah dan diskriminasi terhadap pendidikan dan pesantren khususnya yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama dan Yayasan Pendidikan Islam.

Dampaknya, lanjut dia, banyak lulusan pesantren dan ijasah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dan swasta ditolak. Demikian Wakil Ketua FKB DPR Badriyah Fayumi DPR RI kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Jumat (17/2).

Persoalan ini muncul bermula dengan terbitnya SE Mendagri No.903/2429/SJ tentang Pedoman Penyusunan APBD 2006 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2005, pada bagian Bantuan keuangan, di mana pada pasal 155 ayat 2 UU No.32/2004 disebutkan bahwa pengalokasian anggaran dalam APBD yang diperuntukkan membantu instansi vertikal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di daerah tidak diperkenankan.

Ini ditafsirkan beragam oleh DPRD. Akibatnya bantuan untuk pendidikan dan sekolah madrasah yang ada di pesantren atau yayasan di bawahnya tidak ada lagi.

Selain itu untuk guru bantu swasta dan honorer (di bawah Depag RI) yang seharusnya mendapat bantuan dari APBD ternyata tidak. Kecuali yang berada di bawah Depdiknas, selain dari APBD dari APBN.

Padahal menurut UUD Negara RI 1945 dan UU Sidiknas baik yang berada di bawah Depag RI maupun Depdiknas RI seharusnya mendapat anggaran dari APBD.

Anggota Komisi VIII ini menambahkan, PP No. 48/2005 juga jelas bertentangan dengan UU Kepegawaian, karena dalam UU tersebut usia maksimal CPNS adalah 35 tahun. Baik untuk guru Bantu swasta maupun honorer. Tapi, dalam PP. 48 itu Ditjen Dikti Depdiknas memberikan batas usia 40 tahun untuk guru Bantu swasta dan 46 tahun untuk guru honorer.

“Karena itu harus ada koordinasi antara Depdiknas dan Depag RI agar pelaksanaan UU dan PP itu tidak kontraproduktif, karena yang dirugikan adalah sekolah-sekolah Islam swasta dan pesantren. Selain itu banyak guru Bantu maupun honorer yang sudah mengabdi puluhan tahun, tapi ada yang tidak dimasukkan ke dalam jalur khusus CPNS,” sambung Badriyah, yang dosen UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. (dina)