Kala Muso Hina Soekarno dan PKI Sebut Kemerdekaan Indonesia Sebagai ‘Revolusi yang Gagal’

“Tidak ada kontroversi, tidak ada versi-versi lain. Mohon maaf gubernur Lemhanas, jelas-jelas disebutkan upaya kudeta PKI,” ujar Fadli Zon seperti dikutip zonajakarta.com dari kanal Youtube Indonesia Lawyers Club dan Pikiran Rakyat, Rabu (30/9/2020).

Fadli Zon yang mendalami Studi Rusia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (FIB UI) serta lulus program doktoral bidang sejarah memang tahu akan kegiatan PKI selama Komunis hidup di Indonesia.

Pengertian dan penjelasannya mengenai PKI dituangkan Fadli dalam buku berjudul ‘Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948’.

Dengan anjuran KH Yusuf Hasyim, tokoh besar Nahdlatul Ulama (NU) Fadli menulis buku tersebut.

“Kami bersama-sama mewawancarai korban-korban kekejaman PKI saat itu, dan benar-benar terjadi, PKI bekerja sama dengan Belanda menusuk kita dari belakang,” katanya.

Pemberontakan Madiun 1948 memang sengaja dilakukan PKI.

Padahal Republik waktu itu sedang melawan Agresi Militer II Belanda.

Lebih gentingnya lagi dedengkot PKI, Muso Manowar kembali masuk ke Indonesia dengan dibantu Belanda.

Sesampainya di Indonesia, Muso langsung mendeklarasikan Soviet Madiun dimana menjadi awal Peristiwa Madiun 1948.

“Kita masih dalam suasana revolusi, kalau tidak ada izin Belanda, (Muso) mana bisa masuk,” ucap dia.

Propaganda yang dilancarkan Muso pun didukung oleh Belanda hingga acara-acara PKI mendapat restu Amsterdam.

“Kalau kita lihat sejarah, PKI ini tidak terlibat proklamasi. Tidak. Yang terlibat itu tokoh nasionalis, dan Islam,” kata Fadli Zon.

Tarik mundur 3 tahun ke belakang ternyata tak ada tokoh PKI terlibat Proklamasi Kemerdekaan RI.

PKI tahu karena kemerdekaan itu kedepannya berlandaskan Pancasila dan menyebut sebagai Revolusi Gagal.

Bahkan Bung Karno dalam pidatonya sampai berkata, “Pilih Soekarno Hatta atau pilih Muso” karena tahu PKI tak sejalan dengan Pancasila.

Muso tak terima, ia membalas pidato Bung Karno dengan penghinaan bahwa sang Proklamator adalah budak imperialis.

“Rakyat Indonesia tidak butuh. Rakyat belum lupa semboyan-semboyan Soekarno, mereka mengerti bahwa kaum dagang romusha, tak becus, memerintah negara. Oleh karena rakyat Madiun dan daerah-daerah lain sekarang akan melepaskan diri, dari budak-budak imprealis,” demikian Fadli membacakan salinan pidato Muso kala itu.

“Ini otentik,” tegas Fadli.

“Jadi jelas, PKI pelaku (kudeta) itu tidak bisa diragukan lagi. Tidak perlu ada versi-versi lain. Menurut saya, selesai kita, dengan adanya TAP MPRS no.25, dan UU no.27 tahun 1999 selesai perdebatan itu,” pungkas dia.[]