Kisah Asmara Orangtua Sukarno di Bali: Beda Agama Kawin Lari

Di malam perkawinan, keduanya bermalam di rumah seorang kawan. Lalu dikirim utusan ke rumah orang tua si gadis guna memberitahu bahwa mereka sudah melangsungkan perkawinan.

Ini di Bali istilahnya pawiwahan. Gandarwa wiwaha. Di beberapa daerah semisal di Lampung dan Lombok, budaya kawin lari juga ada dalam istilah berbeda.

Idayu dan Raden Sukemi bermalam di rumah seorang kepala polisi. Ketika keluarga Idayu datang menjemput, kepala polisi yang merupakan kawan dekat Raden Sukemi itu enggan melepaskan dengan alasan kedua merpati itu berada dalam perlindungannya.

“Mereka pun dihadapkan ke pengadilan. Ibu ditanya, apakah lelaki ini memaksamu, bertentangan dengan kemauanmu sendiri? Dan ibu menjawab, tidak. Tidak, saya mencintainya dan melarikan diri atas kemauan saya sendiri.”

Tak ada lagi perkara. Perkawinan diteruskan. Pun demikian, pengadilan mendenda Idayu 25 ringgit.

Pendek kisah, karena merasa tak disukai orang Bali, Raden Sukemi mengajukan permohonan kepada Departemen Pengajaran untuk dipindahkan ke Jawa.

Ia pun dikirim ke Surabaya. Istrinya dibawa serta. Di kota pelabuhan itulah Soekarno lahir saat fajar menyingsing. Tanggal 6 bulan 6, 1901–permulaan abad 20.

“Nenekku memberiku kebudayaan Jawa dan mistik. Dari bapak datang Theosofisme dan Islamisme. Dari ibu Hinduisme dan Buddhisme. Sarinah (pengasuh Soekarno–red) memberiku humanisme,” kenangnya. [jpnn]