Kisah Fathonah dan Tumiran Jemput Anak Semata Wayang Terjebak Lahar Panas Semeru

Saat berjalan itu, Fathonah dan suaminya berjaga di samping kiri dan kanannya bermaksud memapah. Tetapi di jalan naik, justru keduanya yang akan jatuh dan ditahan oleh tubuh anaknya.

Fathonah masih merasa aneh, karena anaknya saat itu berhasil melalui kayu yang berserakan. Bisa naik sampai ke atas hingga di perempatan yang berjarak sekitar 200 meter.

“Saat itu ada kayu banyak, anaknya bisa melalui, bisa menerobos. Tapi anehnya setelah sampai atas tidak kuat. Akhirnya ketemu air, saya kasih minum, dia minum air dua cegukan. Saya sawani, saya usapi rok saya. Saya ciumi,” katanya.

“Hujan deras. Setelah itu jalan lagi sampai perempatan sudah enggak kuat. Saya berdua saja, anak saya ngeblak tapi enggak mau disentuh katanya sakit,” ungkapnya.

Sesaat kemudian Tumiran yang mencari pertolongan bertemu empat orang anggota SAR. Mereka yang kemudian mengangkat tubuh anaknya menggunakan sarung dan kayu seadanya.

Baru kemudian di bawah mendapatkan tandu dan diberikan pertolongan. Bawon dibawa ke puskesmas tetapi karena kondisinya parah akhirnya dirujuk di rumah sakit.

Bawon Triyono, anak satu-satu pasangan Fathonah dan Tumiran akhirnya meninggal di rumah sakit setelah menjalani perawatan. Sebagai orang tua, keduanya telah berusaha keras untuk menyelamatkan sang, tetapi sang Pemilik Hidup sebagai penentu segalanya.

“Anak saya bukan ustaz, tapi orang baik. Kalau ada kesalahan anak saya mohon dimaafkan. Doakan anak saya Husnul Khotimah,” katanya.

Kondisi rumah Fathonah dan Tumiran hancur akibat bencana Gunung Semeru. Mereka saat ini numpang di kerabat menantunya, sekaligus penguburan sang anak. Setiap malam keluarga menggelar tahlil untuk almarhum.[merdeka]