Menakar Efek Elektoral ‘Jimat’ Jokowi di Ujung Jabatan

Eramuslim – Presiden Joko Widodo di ujung periode masa jabatan presiden menerbitkan sejumlah kebijakan populis di mata publik. Mulai dana kelurahan, formula pengangkatan guru honorer hingga janji gaji perangkat desa setara PNS golongan IIA. Apakah efektif untuk mengerek elektabilitas yang sulit menanjak?

Ragam Ajimat alias program kerja populis Jokowi diluncurkan di ujung akhir masa jabatan. Sejumlah program populis seperti dana kelurahan melalui PP No 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan, alokasi dana kelurahan akan dimasukkan melalui perangkat Kecamatan. Program ini sedianya akan efektif mulai awal tahun 2019 ini.

Selain itu, Jokowi juga menerbitkan PP No 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Instrumen hukum ini dijadikan pintu masuk untuk membuka peluang guru honorer menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Terbaru, di hadapan ribuan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), Jokowi menjanjikan gaji perangkat desa disamakan dengan gaji ASN Golongan II A. Menurut Jokowi soal penyetaraan gaji perangkat desa tersebut telah selesai dibicarakan di tingkat Menkeu, Mendagri, dan Menpan. Jadi bapak ibu sekalian, ditunggu dua minggu akan segera dikeluarkan revisi PP sehingga bisa dilaksanakan, ujar Jokowi di hadapan sekitar 40 ribu perangkat desa seluruh Indonesia.

Pernyataan Presiden ini disambut gembira oleh perangkat desa. Ketua Umum PPDI Mujito menyambut positif keputusan pemerintah tentang gaji perangkat desa yang disamakan dengan ASN golongan IIA. Ucapan dukungan pun mengalir kepada Presiden. Kami sangat mendukung kepada beliau Pak Presiden karena tuntutan kami sudah diterima, ucap Mujito.

Tiga kebijakan populis Jokowi ini tak bisa dilepaskan dari momentum tahun politik yang tak kurang tiga bulan lagi digelar yakni Pemilu Presiden pada 17 April 2019. Pilihan waktu peluncuran kebijakan menjelang pelaksanaan Pemilu 2019 suka tidak suka akan memberi resonansi politik.