“Lahan di Jawa susut 200 ribu hektar. Industri hanya tumbuh 3 persen, 188 pabrik di Jawa Barat tutup, 68 ribu orang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Pertumbuhan Ekonomi akhirnya turun dari 5,07 ke 5,02 persen,” sambungnya.
Kemudian, catatan kedua yang disebutkan Pigai adalah jumlah angkatan kerja yang masih minim diserap di dalam program Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pasalnya, dari 4.297.218 pendaftar, pemerintah hanya menyediakan slot penerimaan sebanyak 150.315 orang.
“Artinya itu 73 persen Usia 21-30 alumni/penganggur produk pemerintahan (sepanjang periode 2014-2019). Makanya pengangguran tahun 2019 naik 7,05 juta menurut BPS,” ucap Pigai.
Selain itu, Pigai juga mencatat bahwa selama 2015 hingga 2019 negara dibebani defisit anggran hingga Rp1.599,9 triliun.
“Ini bukan utang, tapi karena pemimpin tidak mampu (lack of competence) buat rencana dan implementasi APBN. Dari utang negara Rp 5 ribu triliun tersebut, Rp 1.599,9 ribu triliun itu defisit alias beban karena kesalahan pemimpin,” paparnya.
Untuk catatan keempat, Pigai menyampaikan kritikanya terhadap penyusunan kabinet Indonesia Maju dan jatah jabatan di perusahaan BUMN. Yang mana dipandangnya bahwa telah terjadi pelanggengan kekuasaan terhadap segelintir elit.
“Jokowi adalah komprador bahkan bagian dari oligarki politik dan ekonomi. Jokowi lebih tunduk pada pemilik uang dan modal dari pada memberi kesempatan bagi rakyat termasuk relawannya untuk berbakti,” sebut Pigai.