Negara Agraris, Fakta Atau Utopia ?

Eramuslim – Menyambut awal tahun 2018, masyarakat dihadapkan dengan persoalan yang cukup vital. Yakni, terkait kenaikan harga beras yang persisten hingga mencapai Rp 11.041 per kilogram dari harga Rp 10.794 per kilogram pada November 2017.

Sebagaimana diketahui, beras merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Walaupun beras merupakan barang inelastis bagi mayoritas masyarakat, tidak menutup kemungkinan hal ini dapat memicu penurunan daya beli masyarakat secara umum.

Selain itu, harga beras domestik yang tinggi dapat menyebabkan ketidakmampuan produk untuk bersaing di pasar global dengan produk-produk pangan negara lainnya, seperti Thailand, Vietnam, Cina, India, Australia, dan sebagainya.

Sejak zaman dahulu, Indonesia selalu diidentikkan dengan istilah negara agraris. Ironisnya, Indonesia mengimpor pangan dalam jumlah yang sangat besar untuk menutupi kekurangan kebutuhan domestik.

Sebagai contoh, baru saja pemerintah berencana mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton pada awal tahun 2018. Tidak menutup kemungkinan jumlah impor beras dapat meningkat jika produksi nasional tidak dapat mencukupi kebutuhan domestik.

Perlakuan impor yang persisten terhadap kebutuhan pangan dengan jumlah besar, sangat rentan untuk ketahanan pangan suatu negara. Di sisi lain, Indonesia merupakan pangsa pasar yang besar untuk negara lainnya.