Peneliti Terorisme : Wacana Wiranto soal Hoax Dijerat UU Terorisme Bikin Ngeri

Eramuslim – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menganggap penyebaran informasi bohong alias hoaks sama dengan terorisme. Dia menilai keduanya sama-sama mengancam dan membuat masyarakat jadi takut, sehingga dia mewacanakan penggunaan Undang-Undang Terorisme untuk menangani teror hoaks.

Menanggapi itu, Peneliti Terorisme dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, menyebut Wiranto berlebihan. Bahkan sarat dengan otoriter.

“Saya ingin tertawa dengar komentar Menkopolhukam ?Wiranto. Itu sudah terlalu jauh. Mendengar pernyataan tersebut, pikiran saya melayang ke masa lalu, masa orde baru yang kelam bagi perjalanan demokrasi kita, sebuah masa di mana negara dikelola secara otoriter dan militeristik,” kata Khairul Fahmi? dihubungi VIVA, Kamis, 21 Maret 2019.

Menurut Fahmi, analogi-analogi yang disampaikan oleh Wiranto, seperti masyarakat takut berangkat ke tempat pemungutan suara untuk mencoblos karena terancam oleh berita hoaks, itu tidak masuk akal. Fahmi bahkan menilai Wiranto gagal memahami UU tentang Terorisme.

“Undang-Undang No 5 tahun 2018 tentang pemberantasan terorisme sendiri jelas mendefinisikan bahwa terorisme sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, timbulkan kerusakan/kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan,” kata Fahmi.

Fahmi menyadari terdapat ‘grey area’ dalam motif di UU Terorisme ?yang memungkinkan jadi multitafsir. Pertama, motif politik. Kedua, motif gangguan keamanan. Namun definisi tersebut, lanjut dia, telah jelas membatasi bentuk ancaman, perbuatan, dan dampaknya yang masuk kategori sebagai teror.