Polisi Ancam Pidanakan Penyebar Video Surat Suara Dibakar di Papua

Menurut Dedi, sisa logistik tersebut sengaja dimusnahkan karena tak diinginkan menjadi alat penyalahgunaan kecurangan pemilu. Sedangkan narasi dalam video di media sosial, aksi pembakaran tersebut aksi kesengajaan dari sikap kecewa para pemilih yang tak dapat menggunakan hak suaranya pada Pilpres 2019.

Para pemilih, cuma mendapatkan surat suara Pileg 2019, dan tak bisa melakukan pencoblosan untuk memilih capres/cawapres. Namun kata Dedi, narasi tersebut, sebagai kebohongan.

Dedi menerangkan, di Papua, sejumlah wilayah pemilihan menggunakan sistem khusus. Ada 12 daerah setingkat kabupaten yang menggunakan hak pilihnya dengan cara noken. Salah satunya di Puncak Jaya.

Sistem noken, merupakan pola pemungutan suara yang menjadikan tetua adat atau orang yang ditunjuk mewakili pemilihnya di satu tempat, untuk melakukan pencoblosan. Sistem noken ini, memang dianggap sah, khusus di wilayah Papua.

Karena itu, kata Dedi, narasi yang ada dalam video tersebar, tak benar dan berpotensi pidana lantaran menyebarkan kebohongan. “Dari hasil pendalaman Direktur Kriminal Khusus akan melakukan investigas terhadap akun-akun yang menyebarkan informasi (pembakaran) tersebut,” sambung Dedi.

Dihubungi terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Papua, Theodorus Kossay membenarkan peristiwa pembakaran kotak dan surat suara di Puncak Jaya tersebut. Kepada media, Rabu (24/4) ia menyampaikan aksi pembakaran itu terjadi pada Selasa (23/4). Kata dia, logistik pemilu yang dibakar itu, bukan surat suara sisa pemilu yang sudah digelar 17 April. Melainkan surat suara sah yang sudah terpakai dan tercoblos.

“Karena itu melanggar hukum. Karena saat ini kan kita masih melakukan rekapitulasi,” ujar Theodorus saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (24/4). Ia berjanji akan mengusut aksi pembakaran tersebut. Karena menurut dia, aksi pembakaran surat suara itu melanggar hukum. “Karena itu masih menjadi dokumen milik negara,” sambung dia. [rol]