Politisi Gerindra Ini Bongkar Secuil Kongkalikong Ahok-Podomoro Soal Proyek Reklamasi

reklamasi-pulau-utara-jakartaEramuslim.com – Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Arief Poyuono menduga selama ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan pimpinan DPRD DKI Jakarta sudah ‘diamankan’ oleh pihak Agung Podomoro, terkait proyek reklamasi di Jakarta.

Dugaan itu dia sampaikan, setelah KPK melakukan tangkap tangan sejumlah pihak yakni anggota DPRD DKI dan dua petinggi PT Agung Podomoro terkait proyek Reklamasi di Teluk Jakarta.

“Karena di Jakarta makin kurang lahan untuk bisa dikembangkan maka berdasarkan SK Gubenur DK Jakarta nomor 2238 Tahun 2014 yang ditanda tangani oleh Gubenur Basuki Tjahaja Purnama tentang perizinan reklamasi pantai di 17 pulau di Pantai Utara Jakarta, kepada PT Wisesa Muara Samudera yang merupakan anak perusahaan PT Agung Podomoro. Dan itu dipermasalahkan oleh Komisi D DPRD DKI Jakarta, walau pada akhirnya Komisi D DPRD terbelah antara yang pro SK Gubenur Ahok tentang Reklamasi dan Kontra SK tersebut,” ujar dia, Sabtu (2/4).

Kenapa Ahok dengan sukarela dan semangat membantu perizinan ditingkat Pemerintah Pusat untuk reklamasi pantai oleh PT Agung Podomoro Land, ujar dia pertama Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dan jajaran Pimpinan DPRD DKI Jakarta diduga sudah ‘diamankan’ oleh PT Agung Podomoro Land dalam bentuk sogokan cash langsung serta sogokan pekerjaan pengurukan untuk reklamasi.

“Kedua kedekatan Ahok dengan PT APL juga tidak diragukan, karena Ahok sempat dijuluki gubemurnya Agung Podomoro Land dan Ahok juga mengakui saat meresmikan jembatan di daerah yang dikembangkan PT Agung Podomoro Land. Ketiga Ahok dan Sanusi pasti butuh dukungan financial untuk maju sebagai Cagub DKI Jakarta,” ujar dia.

Dia menduga, modus ini biasanya dengan cara mengatur penerbitan perizinan dan SK Gubenur dan Perda DKI Jakarta, yang diatur oleh pengembangan seperti PT Agung Podomoro Land di jajaran eksekutif dan legislatif DKI Jakarta, untuk keperluan bisnis properti pengembang.

“Modusnya biasanya melakukan pengusuran masyarakat Jakarta yang menempati tanah negara atau lahan, yang tidak bersertifikat lalu Pemda DKI Jakarta mengeluar perizinan, peraturan yang disetujui DPRD untuk dikuasai pengembang untuk dibangunkan properti.”

Seperti contoh saja, kata dia kawasan Pluit, Kapuk menurut catatan sejarah dari Kementerian PU jaman Belanda atau Openbare Werken hingga jaman Orde lama, daerah Pluit dan Kapuk itu RTRW untuk serapan banjir dan ROB agar Jakarta tidak banjir yang dalam bahasa Belandanya Fluiteren dan disebut oleh masyarakat Jakarta jadi Pluit.

“Tetapi akibat ulah corporasi pengembang yang korup dan tukang suap pemprov DKI Jakarta dan DPRD daerah Pluit dikembangkan jadi kawasan hunian, yang meyebabkan banjir besar di Jakarta yang dimulai tahun 1976 hingga sekarang.”

Sedangkan, alasan yang mendasari penolakan perizinan dalam SK Gubenur no 2238 tahun 2014 yang dikeluarkan Ahok untuk kepentingan bisnis PT Agung Podomoro Land, karena melanggar melanggar peraturan perundang-undangan. Misalnya, UU No. 1/2014, Perpres 122/2012, Permen KP No. 28/Permen-KP/2014, Perda 8/1995, hingga Pergub No. 88/2008.

“Karena itu Kementerian KKP yang dipimpin Susi tidak akan memberikan perizinan untuk reklamasi 17 pulau oleh PT Agung Podomoro Land. Nah minggu lalu Ahok mendatangi Menteri Susi untuk kepentingan kelanjutannya PT Agung Podomoro Land agar mau mengeluarkan Permen persetujuan reklamasi 17 pulau di Jakarta. Namun Susi tetap menolak.”(ts/aktual)