Seberapa Kuat Kalian Mau Boikot Rumah Makan Padang?

Bahkan Syafruddin Prawira Negara yang putra Banten, menjadi acuan kepemimpinan bagi masyarakat Minang, karena perjuangan beliau banyak dilakukan di Sumatera Barat, termasuk ketika memproklamirkan PDRI, saat pemerintahan Pusat jatuh dengan ditangkapnya Soekarno-Hatta oleh Belanda pada Agresi Belanda 19 Desember 1948. Tokoh pergerakan perempuan seperti Rky Rasuna Said, Rohana Kudus, Rahmah El Yunusiah dll.

Dari para tokoh itu lah masyarakat Minang belajar dan sudah punya contoh standar kualitas kepemimpinan nasional sesuai dengan kriteria 3T yg selama ini berkembang, Tokoh-Takah-Tageh. Untuk itu sudah dibahas secara panjang lebar selama Pilpres ini oleh banyak tokoh Minang.

Apakah Jokowi memenuhi kriteria ini?

Dari perspektif Budaya Minang yang “adat bersandikan Syara’- Syara’ bersandikan Kitabullah” berkait langsung dengan Trias Politika ala Minang, filsafat “tigo tungku sajarangan”. Umara-Ulama-Cadiak Pandai, semakin menjelaskan betapa egaliternya masyarakat Minang, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Pemimpin selain ia harus menjunjung dan menempatkan Ulama pada posisi yang mulia, juga ia harus “selangkah di depan yang dipimpin”.

Artinya pemimpin itu adalah sosok yg dihormati, akan tetapi juga ia harus memiliki kelebihan dibandingkan orang-orang yg dipimpinnya. Pemimpin itu bukan hanya agamanya bisa dipegang, ia juga menjadi sumber belajar bagi masyarakat, ia juga harus mampu mengayomi dan menjadi teladan bagi masyarakatnya.