Surat Terbuka Din Syamsuddin untuk Jokowi

Pada hemat kami, hitam-putih atau baik-buruknya seperti gaduh tidak gaduhnya kehidupan sesuatu bangsa sangat tergantung kepada pemimpin bangsa itu sendiri.

 

Pemimpin, sebagai pemangku amanat, adalah yang paling bertanggung jawab atas kepemimpinannya. (Hadits Nabi: Setiap pemimpin bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya).

 

Maka besar harapan kami agar Bapak Presiden melakukan langkah-langkah nyata untuk menciptakan suasana kehidupan yang damai, adem, dan tenteram dalam kehidupan bangsa Indonesia. Untuk itu kiranya perlu dicari faktor-faktor penyebab kegaduhan/sekaligus menjadi faktor-faktor pendorong ketakgaduhan.

 

Para ahli bersepakat faktor-faktor itu terkait dengan kejujuran, keadilan, dan kesejahteraan. Jika ketiga hal demikian tersedia, maka kedamaian, ketenangan, dan ketenteraman akan menjelma.

 

Yang Mulia Bapak Presiden

 

Tentu Bapak memiliki pengalaman kepemimpinan yang panjang, baik sebagai Wali Kota, Gubernur, dan satu periode sebagai Presiden, serta para penasihat yang andal dan mumpuni di sekitar. Maka tanpa bermaksud menggarami lautan atau mengajar bebek berenang, izinkan saya dengan permohonan maaf, demi menunaikan kewajiban keagamaan untuk bertawashi dengan kebenaran dan kesabaran (tawashaw bi al-haqq wa tawashaw bi al- shabr), mewasiatkan saran-saran untuk mencegah kegaduhan dalam kehidupan bangsa:

 

1. Hadapi dan sikapilah pandemi Covid-19 dengan bersungguh-sungguh sebagai wabah dan musibah dari Allah SWT, dengan tidak memandangnya secara remeh.

 

Kami mencatat, sempat ada sikap yang meremehkan pada sebagian elite kekuasaan dan pembantu Bapak Presiden seperti dalam ucapan: “Mana Corona itu, kita tidak akan kena”, atau “bulan Mei Corona akan berakhir” dan ucapan lain sebagainya.

 

2. Kami berbesar hati pada suatu waktu Bapak Presiden menyatakan akan mengutamakan kesehatan dan keselamatan rakyat dari pada stimulus ekonomi. Namun sayang Bapak Presiden, pernyataan itu tidak menjelma dalam kenyataan.

 

(a) Kami mencatat alokasi anggaran untuk kesehatan sangat-sangatlah kecil dibandingkan dengan alokasi anggaran untuk stimulus ekonomi. Akibatnya, rakyat dibiarkan berjuang sendiri mempertahankan hidup, dengan harus membayar rapid test dan swab test yang mahal harganya dan tidak dapat membeli vitamin yang diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

 

(b). Pemerintah bersama DPR justeru bersikukuh untuk melaksanakan Pilkada pada 9 Desember 2020, walaupun banyak organisasi masyarakat seperti PBNU, PP Muhammadiyah, MUI, dan Majelis-majelis Keagamaan, dan organisasi-organisasi lain mengusulkan penundaan.

 

Pemerintah seperti abai terhadap Pilkada yang potensial menciptakan klaster baru persebaran wabah, dan sepertinya menutup mata dan telinga terhadap aspirasi rakyat dan merasa berkuasa untuk memenangkan kepentingannya di atas kepentingan rakyat banyak.

 

Kedua contoh di atas bukanlah masalah kecil. Keduanya sangat potensial untuk menimbulkan kegaduhan. Jika terjadi kegaduhan akibat kebijakan yang tidak bijak itu, maka bukanlah rakyat yang salah dan dapat dipersalahkan, tapi pemerintahlah yang sesungguhnya penyebab kegaduhan itu.

 

3. Kecenderungan pemerintah bersama DPR untuk mengesahkan RUU untuk menjadi UU seperti UU Minerba, Perppu yang dikebut menjadi UU “Keuangan untuk Penanggulangan Covid-19”, UU Ciptaker/Omnibus Law Ciptaker, sangat potensial menimbulkan kegaduhan nasional yang besar.