Surat Terbuka Din Syamsuddin untuk Jokowi

 

Aksi penolakan terhadap kegiatan KAMI di berbagai daerah diyakini bukanlah aspirasi murni, tapi ditengarai/patut diduga (ada beberapa bukti) direkayasa dan didanai oleh pihak tertentu. Dan terhadap aksi mereka itu, Polri tidak menunjukkan profesionalitas dan sikap berkeadilan.

 

Seharusnya Polri melindungi dan mengayomi pihak yang beracara dan mencegah pihak lain untuk mengganggu. Namun yang terjadi di lapangan sebaliknya.

 

Jika hal ini berlanjut Bapak Presiden, sangat mungkin akan menimbulkan bentrok di antara kelompok masyarakat. Adalah sangat tidak fair kalau ada pembantu presiden yang justru menuduh KAMI menciptakan stabilitas dan mengancam “akan melakukan perhitungan”.

 

Sungguh Bapak Presiden, inilah pangkal kegaduhan yang mungkin terjadi, jika sikap dan tindakan demikian tidak diberhentikan. Sikap demikian pada penilaian KAMI adalah bentuk represifitas, antidemokrasi dan intoleransi yang mengganggu proses demokrasi Indonesia.

 

Gangguan terhadap demokrasi Indonesia semakin diperparah oleh pemberlakuan izin bagi kegiatan masyarakat seperti disyaratkan adanya izin untuk berkumpul dan demonstrasi, suatu hal yang sudah dihapus sejak Era Reformasi 1998.

 

Yang Mulia Bapak Presiden

 

Sebenarnya masih banyak contoh lain yang dapat kami ungkapkan, tetapi dicukupkan pada enam butir di atas. Pada dasarnya, kami menyambut baik perintah atau ajakan Bapak Presiden utk tidak menciptakan suasana gaduh.

Namun, pada hemat kami sebagaimana diungkapkan diatas, hal itu harus dimulai dari pusat kekuasaan itu sendiri. Penciptaan kedamaian, ketenangan dan ketenteraman nasional meniscayakan keteladanan.

 

Selama ada pembantu presiden yang suka menyalahkan rakyat, menuduh rakyat, mengancam rakyat, merekayasa benturan di antara rakyat, tidak pro rakyat (seperti lebih mengistimewakan tenaga kerja asing dari pada tenaga kerja bangsa sendiri), maka hanya akan menimbulkan kegaduhan di tubuh bangsa.

 

Suatu hal yang perlu disadari bahwa sikap dan tindakan represif, otoriter, abai terhadap aspirasi rakyat, yang berbungkus arogansi kekuasaan adalah tanda kemunduran bagi Indonesia.

 

Adalah kerugian besar bagi bangsa jika arah jarum sejarah kebangsaan dibalikkan ke masa lampau kala otoritarianisme dan pemusatan kekuasan berkuasa, baik dalam bentuk Constitutional Dictatorship (kediktatoran konstitusional) ataupun Democratic Centralism (Demokrasi Terpusat) yang sudah banyak ditinggalkan oleh bangsa-bangsa di dunia.

 

Pada periode terakhir Bapak Presiden Ir. Joko Widodo kiranya dapat dikenang dengan legacy sebagai Bapak Demokrasi Indonesia, bukan sebaliknya. Maka yang terpenting dari semua itu Bapak Presiden, adalah pentingnya satunya ucap dan laku.

 

Kitab Suci mengatakan “mengapa engkau tidak melaksanakan apa yang engkau katakan’. “Kemarahan besar dari Allah jika engkau hanya pandai memperkatakan perbuatan tapi tidak pintar memperbuatkan perkataan itu”.

 

Kami semua berdoa ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan kekuatan lahir dan batin bagi Bapak Presiden untuk mengembang amanat dengan penuh amanah, dan agar bangsa Indonesia terhindar dari marabahaya dan malapetaka.

 

Maka, saatnya hati nurani berbicara, dan saatnya hati nurani membimbing dan memimpin kehidupan bangsa ini.

 

Wallahu al-Musta’an

Salam Takzim

M. Din Syamsuddin