Dr. Tony Rosyid: Nasib Indonesia Dalam Genggaman Oligarki

Haman ini merepresentasikan sejumlah tokoh yang punya pengaruh, baik legal maupun sosial. Fungsi Haman memberikan legitimasi terhadap Fir’aun agar rakyat yakin bahwa apa yang diputuskan dan dikerjakan Fir’aun itu benar. Ada dalilnya, ayatnya, pasal hukumnya dan argumentasinya. Kuat!

Jadi kalau ada ahli hukum, rektor, ustaz dan ketua-ketua ormas kok kerjanya hanya membenarkan penguasa, merekalah sesungguhnya Haman. Paham?

Karun, Fir’aun dan Haman akan selalu hadir dalam kekuasaan politik. Kapanpun dan di manapun. Inilah yang disebut oligarki.

Di panggung depan, penguasa yang tampil adalah sosok yang dipilih secara demokratis oleh rakyat. Didampingi para Haman yang menjadi pembantu setianya. Tapi, di belakang penguasa, ada penguasa yang sesungguhnya. Siapa itu? Orang-orang yang punya uang. Merekalah yang banyak membiayai caleg, calon kepala daerah dan capres. Anda tahu siapa mereka? Karun!

Jadi, kalau ada para pengusaha panggil penguasa, lalu berikan arahan dan pesan, berarti mereka adalah Karun yang sebenarnya.

Siapapun penguasa, dalam konteks ini adalah kepala daerah, presiden dan anggota DPR, selama ia lahir dari rahim demokrasi liberal (padat modal), maka ia sulit lepas dari genggaman Karun. Sebab, tanpa kapital yang disediakan Karun, ia nyaris tak akan bisa nyalon. Ketika nyalon, dia butuh akademisi untuk survei. Plus sebagai konsultan politik. Harganya mahal banget. Dari mana bayarnya? Lagi-lagi minta uang kepada Karun.

Dalam proses kampanye, calon butuh para ustaz untuk menghipnotis pemilih (jama’ahnya) dengan ayat-ayat suci. Dia butuh intelektual untuk membangun narasi. Dia butuh paranormal untuk membual. Butuh ahli hukum untuk cari-cari pasal. Yang loyal diantara mereka akan terus dipakai setelah jadi penguasa. Untuk apa? Sebagai jurulegitimasi! Tepatnya, membenarkan kebijakan dan keputusannya. Di sinilah peran Hamam.

Pemodal, penguasa dan legitimator secara bersama-sama membentuk oligarki. Merekalah penguasa dan pengendali negara. Merekalah yang menggenggam Indonesia saat ini. Baik buruknya negeri ini, akan sangat bergantung kepada integritas, kompetensi dan komitmen kebangsaan mereka.

Sebagai penutup: Muhammad, Nabi Besar Umat Islam pernah berteori: “Jika Tuhan ingin rakyat itu baik, maka Tuhan akan pilihkan seorang pemimpin yang bijak (hulama’), aparat hukum yang komitmen terhadap kompetensinya (faqih), dan pengusaha yang dermawan (berkorban, bukan cari korban). Sebaliknya, jika Tuhan inginkan rakyat itu buruk (petaka), maka Tuhan pilihkan pemimpin diantara mereka yang bodoh (sufaha), hakim yang dungu (juhala) dan pengusaha yang bahil.”[kl/rmol]

Penuis: Dr. Tony Rosyid