Edi Mulyadi Itu Salah, Tapi Dia Benar

Alur berpikir wartawan senior ini diiyakan oleh banyak orang termasuk para tokoh bangsa, akademisi, para jenderal purnawirawan, mantan menteri, dlsb. Cuma, Bung Edi memilih untuk meributkan ancaman itu sementara begitu banyak orang yang mendukungnya memilih diam atau mungkin tak punya waktu untuk ikut berteriak.

Bung Edi sudah menyampaikan permintaan maaf atas kesalahannya. Permintaan maaf itu diharapkan bisa diterima oleh masyarakat Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur.

Tulisan ini tak bermaksud membela Edi Mulyadi. Ini hanya ingin mengingatkan kita semua bahwa pemindahan pusat pemerintahan memang bagus dan perlu. Tetapi, proses penyusunan konsep pemindahan itu dilakukan secara sewenang-wenang oleh para penguasa. Tidak ada partisipasi publik.

Pengesahan UU tentang IKN baru oleh DPR terang-terangan menunjukkan kesemena-menaan para penguasa politik dan oligarki bisnis. Sekaligus memperlihatkan bahwa Presiden, DPR, para politisi dan partai-partai politik (kecuali satu saja) tidak lagi memiliki martabat.

Tidak sulit membaca hubungan hierarkis yang menempatkan kelompok cukong (oligarki bisnis) di atas Presiden dan DPR. Pemindahan IKN ke Kalimantan Timur oleh pemerintah Jokowi, dan itu dipaksakan hari ini, adalah pamer kekuatan oligarki cukong itu. Inilah urgensi pemindahan ibu kota. Urgensi untuk pamer kekuatan oligarki cukong. Tidak ada yang lain.

Edi Mulyadi berupaya melawan kekuatan oligarki cukong itu. Upaya untuk melawan inilah yang akhirnya membawa Edi Mulyadi ke titik blunder “jin buang anak”. Tanpa sengaja mau menyakiti perasaan warga Kalimantan. Dia tenggelam dalam amarah yang begitu besar terhadap kesewenangan para penguasa yang ceroboh dan tak peduli kedaulatan bangsa dan negara terancam di balik pemindahan IKN.