KPK ‘Tak Berdaya’ Hadapi PDIP

Harun lantas menyuap Wahyu Setiawan. Sebagai Komisioner KPU, Wahyu diduga meminta Rp 900 juta kepada Harun. Padahal perlu diketahui, yang harusnya menggantikan Nazarudin Kiemas adalah Riezky Aprilia. Karena perolehan suaranya terbanyak kedua di bawah Nazarudin. Sementara, Harun menempati perolehan suara terbanyak kelima.

Bahkan KPK mau menangkap Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDI Perjuangan sangat sulit. Sementara rumor yang berkembang bahwa Hasto sembunyi di PTIK dan pegawai KPK sampai harus tes urin yang tidak ada hubungannya.

Pertanyaannya, kenapa Hasto tidak berani melakukan jumpa pers sendiri di DPP, kalau dirinya tidak terlibat? Pertanyaan tersebut memang sulit dijawab oleh Hasto.

Tapi sehari kemudian Hasto memberikan klarifikasi sambil ditemani penasihat hukumnya dan Menkumham. Lalu mengatakan bahwa PDI Perjuangan mengklaim menjadi korban pemerasan oknum-oknum berkuasa, lalu siapa yang PDIP tuduh? Bukankah Jokowi adalah petugas partai yang berkuasa? Jadi jawabannya sangatlah multitafsir dan tendesius.

Kemudian di beberapa media banyak komentar dengan narasi berubah jika Harun adalah seorang korban Wahyu yang tidak jelas bagaimana ceritanya. Bahkan para pengacara Hasto datang dan melapor ke Dewas KPK dengan melaporkan yang terjadi sebenarnya.

Sampai sebuah CCTV beredar di Bandara Soekarno-Hatta bahwa tanggal 7 Januari 2020 Harun kelihatan ada di sana. Sementara sebelumnya dikatakan Harun berada di Singapura dan itu mempertegas pernyataan kalau Harun ada di Indonesia. Dengan dalih apapun, tampaknya perlawanan PDI Perjuangan sangat jauh dari logika masyarakat umumnya.

Siapa Harun?

Sebagai politikus, Harun Masiku adalah seorang ahli hukum Ekonomi lulusan Ingris. Berarti posisi Harun sangat spesial. Karena begitu sulitnya KPK menangkap seorang Harun yang notabene ada di Indonesia.

Sangat tidak mungkin seorang Harun menyamar sebagai seorang gembel untuk menghilangkan jati dirinya. Apalagi Ketua KPK adalah seorang jenderal aktif di kepolisian.