Pilkada, Saatnya Uang Jin Dimakan Setan

Eramuslim.com -PILKADA di negeri kita, visi misi dan track record sepertinya tak begitu penting. Untuk meraih kekuasaan, masih tergantung adu kantong tebal alias kecukupan modal atau pengaruh elite kekuasaan.

Sebagian modal yang jumlahnya mencapai puluhan hingga ratusan miliaran rupiah tentunya akan tabur seperti kentut, tercium baunya kemana-mana, tapi tak terlihat gasnya: H2S (Dihidrogen sulfida).

Ada istilah uang setan dimakan jin. Modal pilkada yang dimobilisasi sana-sini, kuras tabungan, jual aset, hutang, hingga ada yang berbaik hati menggeser diam-diam dana CSR atau bansosnya, tabur kemana-mana tanpa kwitansi.

Ada partai yang calon kepala daerahnya tak perlu berbusa-busa mendiskusikan apakah sang bakal calon kepala daerah memiliki isi kepala yang sejalan dengan flatform partainya atau tidak. Soal narasi, tinggal disusun saja.

Soal mengkatuk-katukan kesamaan cara pandang cukup pada awal pendekatan saja. Ikan sepat ikan gabus, semakin cepat semakin bagus. Langsung saja, siapkan Rp 500 juta per kursi atau berapalah, tergantung strata partainya.

Negonya, paling-paling, sistem pembayaran: cash atau dicicil sesuai tahapan pemilihan, mulai dari tahap lobi, surat tugas, hingga rekomendasi partai yang juga dipecah dua: rekom partai dan rekom ketum buat pendaftaran ke KPU.

Partai yang kelihatannya alim saja, negosiasinya dua pilihan: sharing kekuasaan seperti misalnya jatah kepala daerah/wakilnya atau langsung transaksi saja wani piro (berani berapa) sewa “perahu”.

Semua elite partai biasalah awal-awalnya sih berteriak sambil mengepalkan tangan kanan bahwa partainya tanpa mahar. Prakteknya, tak ada makan siang gratis (no free lunch). Alasannya, biaya buat saksi, biaya operasional buat sosialisasi sang calon, bla bla bla.

Emang perahu bisa berlayar tanpa solar? Emang pengemudi kapalnya tak ngudut-ngupi? Belum lagi ongkos survei, mereka yang menjaga dermaga sampai yang membersihkan jalan menuju rekom. Semuanya rupiah tanpa nota.