“Rocky De Plato”

Penjelasan saya di atas sebelumnya, telah menjelaskan bahwa RG adalah pewaris pikiran kaum liberal, yang di jaman Belanda dan Kemerdekan, disebut orang-orang PSI (Partai Sosialis Indonesia). Namun, paska kematian Dr. Syahrir dan kematian Rahman Toleng, gurunya, transformasi telah terjadi pada RG. RG telah mengasah dirinya menjadi kekuatan pencerah bagi bangsa dan perjalanan cita-cita bangsa.

Istilah intoleran, misalnya, dalam pandangan kekinian RG bukanlah sekedar pembelahan sosiologis, namun intoleran bagi RG adalah ketikan orang2 kaya supermewah di kaki Gunung Pancar telah merampok air dari orang2 petani miskin di wilayah atasnya. Kelompok intoleran bagi Rocky bukan lagi mayoritas Islam ingin menegakkan Kalimat Tauhid, namun adalah segelintir orang yang menguasasi 80 persen kekayaan bangsa kita, dan menjadikan orang-orang miskin pengemis di negerinya sendiri.

Professor atau bukan, buat RG adalah soal kecil. Sebagaimana ejekan guru besar itu padanya. Bagi RG, guru besar jika otaknya kecil, akan tidak bermakna. Dalam sejarah “Genocide” pada jutaan orang-orang Yahudi di Jerman di masa Hitler adalah karena hampir semua guru besar terlibat mendukung Hitler.

Sebagai seorang filsup, kekuatan RG adalah di “otak besar” dengan melampau batas-batas epistemologi dan methodologi. Epistemologi dan methodologi seringkali menjerat kaum cendikiawan pada tanggung jawab kemanusiannya.

Sebagai filsup, RG telah menjadi candu bagi anak-anak milenial dan emak emak untuk kembali belajar filsafat (sebuah ilmu yang rumit dan membosankan). Kemampuan RG mencerahkan manusia dengan akal sehat dan mudah dipahami, membuat RG mampu menghimpun banyak pebgikut, “No Rocky, No Party”. Guru Besar Universitas Airlangga itu kagum RG bisa menambah jumlah followers setelah debat dengan RG.

Dalam masa tranformasi dunia saat ini karena pandemi (digitalisasi total kehidupan, deglobalisasi, dan social justice) peranan filsup sangat dibutuhkan, disamping ulama-ulama dan tokoh-tokoh agama. Mudah-mudahanan RG akan sebesar atau lebih besar dari Plato nantinya. Bravo RG. []
Penulis: Dr. Syahganda Nainggolan