Derita Pengungsi Palestina di Kamp Pengungsi Nahr Al-Bared, Libanon

Pernyataan militer Libanon dan kelompok Fatah al-Islam tentang kemungkinan gencatan senjata antara keduanya tidak terwujud. Militer Libanon tetap melanjutkan operasinya ke kamp pengungsi Palestina Nahr Al-Bared, sehingga krisis kemanusiaan di kamp pengungsi itu tak terhindarkan lagi.

"Situasi kemanusiaan di sini seperti bencana. Kami tidak bisa membawa alat bedah apapun, " kata Fatah Deeb-seorang dokter yang bertugas di dalam kamp Nahr al-Bared pada surat kabar Los Angeles Times, Selasa (22/5) lewat telepon.

Warga di kamp mengeluhkan aliran listrik dan air yang putus, sehingga mereka kesulitan merawat para korban yang terluka.

Sedikitnya 20 orang dari kelompok Fatah al-Islam, 32 tentara dan 27 warga sipil tewas sejak pertempuran terjadi pada hari Minggu kemarin. Lebih dari 150 orang dilaporkan mengalami luka-luka dan belasan rumah hancur akibat peluru dan granat yang dilontarkan tentara Libanon ke dalam kamp pengungsi.

Dalam pertemuan dengan PM Libanon Fuad Siniora, perwakilan dari faksi Palestina di Libanon menawarkan bantuan untuk mendialogkan gencatan senjata dengan Fatah al-Islam. Namun Siniora meminta para pemimpin faksi Palestina untuk tidak ikut campur dan menunjukkan sikap kerjasama dengan militer Libanon yang sedang menggelar operasinya di kamp pengungsi tersebut.

Terkait dengan krisis kemanusian yang menimpa penghuni kamp pengungsi Palestina, Direktur Program Bantuan untuk Pengungsi Palestina PBB (UNRWA) Richard Cook menyebutnya sebagai situasi yang "sulit dan membahayakan. "

"Kami sangat prihatin melihat makin memburuknya situasi kemanusiaan, terutama bahaya yang mengancam nyawa warga sipil, " kata Cook.

Di luar kamp, nampak konvoi bantuan UNRWA yang masih menunggu izin masuk ke kamp Nahr al-Bared yang dihuni sekitar 40 ribu warga Palestina.

Menurut warga, militer Libanon melakukan pengeboman tanpa pandang bulu. "Apa salah kami? Fatah al-Islam bukan bagian dari kamp ini. Mereka penyusup, " kata Ashraf Ibrahim warga kamp pada Times.

Ia meminta militer Libanon setidaknya mengizinkan ambulan dan paramedis masuk ke kamp untuk menolong para korban yang luka-luka.

"Mayat-mayat dan mereka yang terluka memenuhi pusat kesehatan. Ambulan tidak punya akses masuk untuk menolong mereka yang terperangkap di reruntuhan, " kata Fathallah Deeb, kepala pusat kesehatan kamp Nahr al-Bared.

Sementara itu, sebagai wujud solidaritas pada saudara-saudaranya di kamp pengungsi Nahr al-Bared, pengungsi Palestina di kamp Ain al-Hilweh menggelar aksi mogok makan mulai hari ini, Selasa (22/5).

Aksi unjuk rasa dilaporkan juga dilakukan oleh penghuni 12 kamp pengungsi Palestina yang ada di Libanon. (ln/iol)