Otoritas Palestina Larang Kaum Perempuan Bekerja di Pemukiman Israel

Otoritas Palestina memperluas seruan boikotnya, bukan hanya terhadap barang-barang buatan Israel yang diproduksi di pemukiman ilegal, tapi juga menyerukan agar kaum perempuan Palestina yang bekerja di pemukiman ilegal Israel, segera mengundurkan diri dan mencari alternatif pekerjaan lain.

Seruan itu disampaikan oleh Menteri Sosial Otoritas Palestina Majida Al-Masri pada Minggu (23/5). "Memboikot pemukiman Israel, termasuk produk dan lapangan pekerjaannya … sangat penting pada saat ini, untuk melawan rencana Israel melakukan yudaisasi kota Al-Quds (Yerusalem Timur), melawan tindakan Israel memperluas pemukimannya di wilayah Palestina dan untuk melawan pembangunan dinding pemisah yang dilakukan Israel," kata Al-Masri.

Ia menyatakan, kementeriannya sudah membuat dan mendistribusikan formulir aplikasi ke seluruh kantornya di Tepi Barat, agar kaum perempuan yang bekerja di pemukiman Israel bisa mulai mencari pekerjaan baru. Kementerian Sosial, kata Al-Masri, akan bekerjasama dengan yayasan-yayasan nasional untuk memfasilitasi kaum perempuan Palestina yang akan melepas pekerjaannya di pemukiman-pemukiman Yahudi.

Al-Masri juga menyerukan otoritas Palestina, institusi sipil dan sektor swasta di Palestina untuk membuka lapangan pekerjaan bagi warga Palestina yang banyak bekerja di pemukiman-pemukiman ilegal Israel, untuk mencapai tujuan mewujudkan negara Palestina yang merdeka.

Saat ini, diperkirakan ada 6.000 perempuan Palestina dan 25.000 lelaki Palestina yang bekerja di pemukiman-pemukiman Israel. "Fenomena ini harus diakhiri secepat mungkin," tegas Al-Masri.

Awal bulan Mei kemarin, Otoritas Palestina mengumumkan rencana bahwa pada tahun 2011 tidak akan ada lagi rakyat Palestina yang bekerja di pemukiman-pemukiman ilegal Israel. Otoritas Palestina nantinya akan memberlakukan aturan bahwa bekerja di pemukiman-pemukiman ilegal Israel, merupakan tindakan melanggar hukum karena tidak sejalan dengan kebijakan boikot produk Israel asal pemukiman ilegal yang diterapkan Presiden Palestina Mahmud Abbas. (ln/prtv)