Tim Delapan, dan Apa Sikap SBY?

Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses atas Pimpinan Nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, atau Tim Delapan, Minggu (15/11), telah menyelesaikan laporan yang bersifat final berikut rekomendasinya. Rencananya, laporan itu diserahkan kepada Presiden SBY, Senin ini.

Laporan dan rekomendasi Tim yang setebal 20 halaman itu, rencananya akan diserahkan kepada SBY, Senin, usai kembali dari Singapura. Tentu, laporan itu, seperti dikatakan oleh Anis Baswedan, yang juga anggota Tim Delapan itu, “Kami berharap langkah yang dilakukan Presiden bukan hanya penyelesaian kasus Bibit-Chandra, tetapi juga dapat mengurangi potensi masalah yang sama terjadi di masa mendatang”, kata Anis.

“Dari sisi kesimpulan, secara umum sama. Kami mengembangkan rekomendasi”, tambah Anis. Rekomendasi sementara Tim Delapan menyebutkan kasus Bibit dan Chandra lemah untuk diajukan ke penadilan. Adnan Buyung pernah menyebutkan ada tiga opsi yang bisa direkomendasikan terkait kasus Bibit dan Chandra. Pertama, dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan kalau kasusnya masih di Polri. Kedua, penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan, jika kasusnya di Kejaksaan Agung. Ketiga, Presiden menghentikan proses hukum kasus itu untuk kepentingan umum.

Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, mengusulkan kepada Presiden agar mengelujarkan abolisi. Abolisi itu hak konstitusional presiden yang diatur dalam pasal 14 UUD 1945. Dan, pemberian abolisi itu, menurut Mahfud MD, solusi yang sangat menguntungkan. Sebab, kepolisian dan kejaksaan tetap bisa menjalankan tugas dalam kasus ini. “Tapi, presiden demi kepentingan umum, sesuai UUD, ibsa menghentikan. Jadi, sama-sama enak, kehormatan institusi juga tetap terjaga”, ucap Mahfudz.

Kasus ini menjadi persoalan yang besar, dan semakin frustasinya masyarakat luas, karena tidak adanya tidakan cepat dan tegas dari presiden. Apalagi, sejak dibukanya percakapan Anggodo di sidang Mahkamah Konstitusi, yang diliput seluruh media massa, dan disiarkan secara langsung, menggambarkan, sangat kelamnya aparat penegak hukum, dan begitu mudahnya yang namanya ‘mafia’, mengatur para pejabat publik, khususnya dibidang penegakan hukum.

Pengakuan mantan Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan, Komisaris Besar Wiliardi Wizar, yang mengatakan bahwa pengakuan dia didalam BAP itu, dipaksa pejabat polri, yang tujuannya menjerat Kepala KPK, Antasari Azhar. Jadi dengan pengakuan Wizar itu, membuka semacam tabir, di mana memang ada kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, yang tujuan akhirnya menghancurkan KPK. Antasari Azhar dituduh terlibat dalam kasus pembunuhan Nasaruddin, yang dengan alibi itu, Antasari dilengserkan dari pimpinan KPK. Tapi, bagaimana dengan pengakuan Wiliardi itu, yang menyebutkan pengakuannya dalam BAP itu, tujuannya utuk menjeratkan Antasari?

Sementara itu, dua pimpinan KPK lainnya, Bibit dan Chandra dipojokkan dengan tuduhan menerima suap. Dakwaan polisi ini, akhirnya juga menjadi mentah, ketika saksi utamanya, yaitu Ary Muladi, mengatakan tidak pernah bertemu dan berhungan dengan pimpinan KPK, dan uang yang disebut-sebut itu, tak pernah pula diberikan kepada pimpinan KPK, Bibit dan Chandra. Ary Muladi menyebut nama orang yang berhubungan dengannya, yaitu Yulianto, yang sampai sekarang tak pernah ditemukan.

Rentetan konsktruksi peristiwa sangatlah jelas, yang nuansanya ingin mengakhiri eksistensi KPK, yang sekarang menjadi ujung tombak bagi pemberantasan korupsi di Indonesia. Meskipun, yang ditangkap dan diadili oleh KPK itu, masih belum menyentuh koruptor kelas kakap, baru yang di bui, umumnya para pejabat publik, sepeti anggota DPR, DPRD, Gubernur, Bupati, Walikota, serta sejumlah pejabat lainnya. Tapi, kasus-kasus besar, semuanya belum berhasil terungkap dengan jelas, termasuk kasus BLBI. Apakah kasus Bank Century ini, juga akan dapat diungkap?

Persoalan-persoalan yang sekarang telah menjadi perhatian publik secara luas, kaitannya konflik kepentingan antara Polri dan KPK, mempunyai dampak yang amat negatif, khususnya bagi perkembangan masa depan Indonesia.

Siapa yang mempunyai skenario ingin menghancurkan KPK ini? Dan, mengapa sampai hari ini Presiden belum mengambil tindakan yang tegas? Apa kira-kira tindakan yang akan diambil Presiden sesudah menerima laporan dari Tim Delapan nanti? Wallahu ‘alam.