Nyanyian Sesat dan Menyesatkan

Ibnu Qayyim dalam kitabnya Ighatsatul-Lahfan min Mashayidisy-Syaithan menamai nyanyian seperti itu dengan sepuluh nama, yaitu: lahwun (main-main), laghwun (pekerjaan sia-sia), zuur (kebathilan), muka (siulan), tasydiah (tepuk tangan), ruqyatuz-zina (jimat dalam perzinahan), pedomannya setan, penumbuh nifak didalam hati, suara kedunguan, suara yang penuh dosa, suara setan atau seruling setan.

Ada beberapa nyanyian yang diperbolehkan yaitu: Menyanyi pada hari raya. Hal itu berdasarkan hadis Aisyah: Suatu ketika Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam masuk ke bilik Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi.), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda: Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini. (HR. Bukhari)

Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan. (Hadis sahih riwayat Ahmad). Yang dimaksud di sini adalah khusus untuk kaum wanita. Nasyid Islami (nyanyian Islami tanpa diiringi dengan musik) yang disenandungkan saat bekerja sehingga bisa lebih membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya terdapat doa.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyenandungkan syair Ibnu Rawahah dan menyemangati para sahabat saat menggali parit. Beliau bersenandung: Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akhirat maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin. Seketika kaum Muhajirin dan Anshar menyambutnya dengan senandung lain: Kita telah membaiat Muhammad, kita selamanya selalu dalam jihad. Ketika menggali tanah bersama para sahabatnya, Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam juga bersenandung dengan syair Ibnu Rawahah yang lain: Demi Allah, jika bukan karena Allah, tentu kita tidak mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula mengerjakan salat. Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan langkah dan pendirian kami jika bertemu (musuh). Orang-orang musyrik telah mendurhakai kami, jika mereka mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya. Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung Kami menolaknya, kami menolaknya. (Muttafaq Alaih)