Dunia Kecil (2)

Ia rupanya mengambil kereta berikutnya sesudah saya. Ketika dalam tur keliling kota itu peserta rombongan singgah di kafe, ia duduk di sebelah saya. Ketika saya melewatkan menu-menu beralkohol, ia bertanya pada saya, “Kenapa kamu tidak meminum alkohol?”. Sayapun menjawab bahwa saya seorang muslim dan tidak diperkenankan bagi seorang muslim untuk meminum minuman beralkohol.

Dunia Kecil (1)

Ritah, begitulah panggilannya. Ia berasal dari Uganda. Kenapa saya menaruhnya di depan? Ini semata karena dialah yang pertama kali saya temui ketika kami berkumpul untuk perkenalan sesama peserta kuliah. Lagi-lagi saya agak canggung juga ketika tidak menjawab jabat tangannya. Ingin saya menjelaskan, tetapi waktu saat itu tidak tepat sehingga saya hanya menyampaikan alasan sekedarnya saja, dan ia membalas, “Oh, so you don’t shake hand”

Perkenalan (3)

Sungguh, kegembiran saya yang paling utama adalah ketika menemukan masjid untuk Shalat Jumat. Masjid yang pertama kali saya ketahui adalah yang dikelola oleh saudara dari arab. Tidak ada papan nama masjid di depan. Masjid ini menyatu dengan bangunan kantor, yang bangunannya seperti ruko di Indonesia. Masjid ini terletak di lantai paling atas, Dachgeschoss, mungkin kalau di Indonesia adalah ruang loteng yang masih bisa dimanfaatkan. Kata saudara dari Indonesia, tinggal di Dachgeschoss itu unik, ketika musim panas terasa lebih panas, dan ketika musim dingin terasa lebih dingin.

Perkenalan (2)

Gedung universitas rata-rata tingginya hanya tiga lantai. Selama di Jerman saya juga cukup aneh dengan sulitnya menemukan gedung-gedung tinggi menjulang, dan pencakar langit. Gedung-gedung pencakar langit di Jerman hanya ada di kota Frankfurt. Di kota lainnya tidak pernah saya temui gedung-gedung tinggi. Tetapi ada sedikit keteraturan, yaitu kalaulah ada gedung paling tinggi di suatu kota, rasanya yang paling tinggi itu adalah bangunan gereja.

Perkenalan (1)

Penghuni asrama yang pertama kali saya temui adalah Nadine dan Cologne. Mereka agak heran juga ketika saya tidak membalas uluran jabat tangan mereka, namun hanya mengatupkan dua tangan saya di dada, sambil tersenyum paksa. Saya kenalkan diri saya, dan kami hanya berbicara sebentar.