Ibu Ku

Ass.wr.wb.

Ibu Siti, saya mohon pencerahan :

Saya ibu rumah tangga dengan 3 anak, suami yang baik hati, sholeh & sabar. Anak pertama sudah dipanggil pulang Allah di usia 7 thn 10 bln.

Seorang ibu seharusnya menjadi panutan anak2nya, saya sadar bu, tanpa ibu, saya tidak akan menjadi seperti sekarang. yang menjadi masalah, ibu saya adalah ibu yang "susah", sifat riya, pendengki, suka berghibah & mengadu domba sepertinya sdh menjadi bagian dari sifat ibu saya, mau menang sendiri & tidak mau mendengarkan perkataan & nasehat yang baik.

Saya sedih bu, kadang2 ucapan ibu menyinggung perasaaan saya, bahkan pernah ibu berkata " buat apa menyekolahkan anak tinggi2, kalau nantinya tidak bisa memberikan keuntungan bagi orang tuanya". Masya Allah bu.. saya sekarang juga sudah menjadi orang tua, saya ikhlas membesarkan, menyekolahkan anak saya setinggi2 nya kelak tanpa saya meminta balasan nantinya. Padahal, dalam segi financial saya selalu membantu ibu, apapun yang ibu minta selalu saya penuhi, walaupun saya sendiri harus jungkir balik untuk mendapatkannya. Bahkan untuk saya bersedekahpun, ibu sepertinya ingin menghalangi. Tidak suka.

Bapak saya sudah tiada 8 tahun yang lalu, 2 tahun setelah bapak pergi, ibu menikah kembali.Kadang saya harus mengorbankan perasaan saya menerima ejekan2 ibu, tentang suami saya, keluarga suami, yang saya pikir, suami & keluarganya baik2 saja.. malah saya sekarang justru condong ke keluarga suami yang memang akhlak & agamanya sangat baik.

Salahkah saya bu, bila saya mundur selangkah, menjauh dari ibu? untuk kebaikan saya, suami & keluarga, krn bila ibu datang ke rumah, pasti saya & suami selalu bertengkar, krn hasutan2 ibu, bahkan pembantupun saya marahi krn laporan ibu yg saya terima, tanpa saya cross check terlebih dahulu.. kadangpun ibu menciptakan fitnah,  adik saya  ngatain begini, budhe saya ngatain saya begitu, setelah saya check, semuanya hanya fitnah. Ibu selalu menciptakan sensasi & itu sudah berlangsung sejak ibu masih muda, jadi saya sudah tidak kaget lagi. Di mana ada ibu, pasti ada keributan di situ.

Saya mohon pencerahan bu, krn saya dalam taraf belajar mendalami agama, saya sedang hijrah, mencoba menjadi hamba Allah yang ingin selalu dekat dengan Allah.

Terima kasih atas bantuannya. Jawaban & nasehat ibu saya tunggu untuk menentramkan batin saya.

Wassalam.

Astuti

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

Ibu Astuti yang dirahmati Allah swt.,

Anda adalah seorang ibu, dengan suami yang sholih dan sabar serta anak-anak yang tentu menyejukkan pandangan mata…subhanallah! Banyak yang tak mendapatkan karunia ini, namun Allah swt. telah memilih karunia-Nya ini untuk Anda. Syukurilah selalu keni’matan ini, ya Bu, agar ditambahkan ni’mat-Nya yang lain untuk Anda dan keluarga.

Ibu Astuti yang dirahmati Allah swt.,

Namun Allah swt. menguji Anda dengan hal yang lain, yakni kepribadian Ibunda yang belum islamiy. Saya dapat memahami apa yang Anda rasakan, secara emosional ini sebuah stresor yang mengganggu perasaan Anda, dan dapat menimbulkan kesalahpahaman seperti yang Anda ceritakan. Ibu Astuti, demikianlah manusia, selalu diuji dengan kutub positif dan negatif. Apakah manusia tetap dapat menjadi seorang yang istiqomah? Inilah tantangan yang selalu akan dihadapi manusia sepanjang hidupnya. Tidak ada manusia yang dapat mencari tempat di mana dia akan hidup tanpa masalah. Inilah warna-warni kehidupan..ada merah, kuning, biru…tak selalu putih atau
selamanya hitam. Apakah Anda sepakat?

Ibu Astuti yang dirahmati Allah swt.,

Dalam Al Qur’an Surat Thahaa: 130, Allah swt. berfirman yang artinya:

” Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan ; dan bertasbihlah dengan memuji tuhanmu sebelum terbit matahari dan terbenamnya..”

Ayat di atas mengajarkan manusia agar mempunyai karakter sabar. Dapatkah sifat ini menghiasi manusia dengan sendirinya? Atau apakah manusia dilahirkan sudah dengan kepribadiannya secara lengkap? Ilmu pengetahuan mencoba menjawab hal ini, dan kecenderungan menganggap bahwa sifat-sifat seperti ini, termasuk sabar bukan dilahirkan namun dibentuk selama pengalaman manusia hidup. Pengalaman hidup seperti apakah yang membentuk karakter sabar? Ternyata pengalaman hidup tertentu akan membentuk karakter tertentu. Manusia dituntut melakukan coping behavior (bertindak mengatasi masalah) secara tepat. Keni’matan sebenarnya adalah pengalaman hidup juga, namun koping terhadap hal ini akan lebih mengasah kepribadian syukur.

Manusia diberi ujian dan cobaan (adversity); sebenarnya Allah swt sedang melatih hamba-Nya untuk berlatih kesabaran. Demikianlah cara Allah swt. mendidik hamba-Nya dengan diberikan berbagai ujian maupun kesenangan, dengan begitu akan terbentuk kepribadian yang tangguh pada umat Islam selama proses hidupnya. Demikian pula cara Rasulullah SAW menggembleng para sahabat, dengan ujian-ujian itu terbentuklah sahabat-sahabat pilihan, yang berkarakter tangguh, kuat jiwanya, rela berkorban, mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya, sabar ketika diuji dan bersyukur ketika mendapatkan ni’mat. Rasanya kita masih menjadi manusia yang begitu jauh dari kualitas para sahabat hasil gemblengan Rasulullah saw.
Astaghfirullah..!

Ibu Astuti yang dirahmati Allah swt.,

Ayat di atas selain mengajarkan kesabaran juga memberikan solusi untuk mengatasinya, yakni dengan dzikrullah.

”Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram” (QS Ar-ra’du (13): 28).

Tentu saja karakter lain yang diajarkan pada umat Rasulullah saw. adalah menda’wahi orang lain, termasuk Ibu, agar menjadi wanita yang berakhlak mulia. Memang tak semudah berteori, namun ikhtiarlah, adapun hasilnya kita tak diberi beban untuk selalu sukses dalam setiap usaha kebaikan, bukan?

Mengingatkan dengan lembut, memberikan buku-buku terkait, mengajak ke majlis ta’lim dan terus mendo’akan adalah ikhtiar yang bisa Anda coba. Hasilnya kembalikan semua pada Allah swt. Seburuk apapun ibu kita, tetap diajarkan untuk birrul walidain. Balas keburukan dengan kebaikan, beri hadiah-hadiah yang Ibunda suka, beri perhatian dan kasih sayang yang tulus. Semoga suatu saat kelak, hati Ibunda akan terbuka dan memperoleh hidayah dari-Nya. Amin.

Wallahu a’lam bisshawab,

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu