Hukum Memodifikasi Cuaca dalam Islam

Jika misalnya, modifikasi tersebut berefek buruk dan ternyata tidak efektif, hukumnya tidak boleh. Ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW riwayat Ibnu Majah, tidak ada bahaya dan membahayakan. Demikian pula, larangan menghambur-hamburkan uang, seperti yang tertera pada hadis riwayat Muslim.

Penegasan yang sama disampaikan oleh Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Uni Emirat Arab. Lembaga ini berpandangan, modifikasi tersebut harus di bawah pengawasan para ahli lingkungan dan kesehatan untuk memastikan tingkat keamanan bahan kimia yang digunakan terhadap lingkungan dan makhluk hidup.

Di pengujung fatwa, lembaga tersebut mengingatkan jalan terbaik mengundang hujan dan bertambahnya rezeki adalah meningkatkan takwa dan memperbanyak istighfar. Simak saja kisah Nabi Nuh AS yang terabadikan pada surah Nuh ayat 10-11.

“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.”

Komite Tetap Kajian dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi menyatakan metode modifikasi cuaca yang juga dikenal dengan mathar shina’i atau hujan buatan itu, faktanya belum terbukti efektif seperti yang digembor-gemborkan selama ini.

Bahkan, terlalu dilebih-lebihkan karena kenyataannya tak cukup berefek. Ini membuka mata mereka bahwa bagaimanapun Allah-lah yang menurunkan hujan melalui proses-proses alami. Modifikasi tersebut hanya berhenti pada tahapan mendorong proses tersebut terjadi.

Hasilnya juga berpotensi sukses atau terkadang gagal. Kalaupun berhasil, curah hujan yang dihasilkan tak sebesar hujan yang normal. Wajar bila negara-negara yang bertumpu pada modifikasi cuaca tidak banyak mengambil faedah, selama Allah tidak berkehendak, tetap saja hujan tidak akan turun.

Guru Besar Fikih Universitas al-Azhar Kairo Mesir, almarhum ‘Athiyyah Shaqar, menegaskan bahwa metode-metode seperti ini tidak berguna. Teori ilmiah yang digunakan pun sangat terbatas, tidak berarti apa pun di hadapan kuasa Sang Khaliq. Metode itu mustahil mendatangkan cuaca panas, dingin, atau hujan sekalipun.

Bila metode ini diyakini efektif, tentunya akan bisa membantu menolong mereka yang hidup dalam bayang-bayang kelaparan akibat kemarau berkepanjangan, seperti yang terlihat di Benua Afrika. “Takdir dan kehendak Allah di atas segalanya,” ujar ‘Athiyah.

Di balik ketidakmampuan manusia menahan hujan, mendatangkan awan panas, mereka juga tidak akan pernah bisa menahan badai, petir, gempa, dan fenomena alam yang teramat dahsyat lainnya. Fakta itu semakin menguatkan keimanan bahwa Allah-lah Tuhan semesta alam. “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS Faathir [35]: 15). (Rol)