Al-Quran Mengajarkan Perubahan (4)

Oleh: DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris*

Manfaat-Manfaat Organisasi Harakah

Sebelumnya kami telah menetapkan bahwa perjuangan untuk memulai kembali kehidupan yang Islami dan mendirikan daulah Islamiyyah itu seyogianya dilakukan melalui organisasi harakah yang Islami. Di sini penulis ingin menyebutkan beberapa manfaat yang timbul dari keberadaan organisasi ini, agar urgensinya semakin kuat bagi setiap muslim yang ingin berjuang untuk mendirikan daulah Islamiyyah.

Sesungguhnya keberadaan organisasi itu dapat memberi individu-individu dan jama’ah berbagai manfaat penting yang di antaranya adalah:

1. Organisasi harakah merupakan faktor penting bagi kesuksesan jama’ah, karena ia membantu jama’ah untuk mencapai tujuan-tujuannya dalam waktu yang singkat.

2. Organisasi harakah memberi kekuatan yang besar untuk melakukan pekerjaan dan produksi yang lebih banyak daripada ketika setiap individu bekerja sendiri-sendiri dengan potensi yang terpisah dari potensi yang lain. Hal itu karena Allah memberkahi usaha individu ketika dilakukan dalam sebuah jama’ah yang terorganisir. Rasulullah Saw. bersabda, “Tangan Allah berada di atas jama’ah.”

3. Organisasi lebih mampu mengenali kompetensi yang beragam, dari segi kinerja, keahlian, manajemen, leadership, sosial, militer dan lain-lain. Karena itu, organisasi lebih mampu menghimpun kemampuan dan kompetensi ini, serta lebih mampu mengorganisir dan memfungsikannya pada bidang yang sesuai dan produktif, sehingga kekuatan organisasi menjadi kekuatan bagi setiap individu di dalamnya. Allah berfirman,

 
“Kami akan membantumu dengan saudaramu.” (QS Al-Qashash [28]: 35)

4. Organisasi dapat melindungi individu dari gelombang yang menerjang Islam, memberinya daya tahan dan daya lawan terhadap pemikiran, prinsip dan gerakan yang menyusup ke dalam Islam. Adapun ketika satu individu hidup sendirian, maka biasanya ia menjadi mangsa yang mudah diterkam, tidak sanggup bertahan menghadapi kebuasan zaman dan tidak mampu menghadapi srigala-srigala yang liar. Rasulullah Saw., “Srigala hanya memangsa kambing yang menyendiri.”

5. Organisasi dapat mendorong seseorang untuk bekerja pada levelnya yang rendah atau yang tinggi, sehingga pergerakannya tidak mati dan sebagian potensinya tidak tersia-siakan. Dengan organisasi, kepribadian seseorang akan terbentuk melalui keberadaannya di dalam organisasi tersebut. Ia akan merasakan nilai-nilai Islami apabila hidup dalam sebah jama’ah yang terorganisir.

6. Dalam organisasi harakah yang terorganisir, generasi penerus menyempurnakan pekerjaan generasi pendahulu, membangun di atas fondasi yang telah dibuat generasi pendahulu dan merasakan manfaat darinya. Orang dahulu menanam sehingga kita bisa makan dan kita menanam sehingga anak-cucu kita bisa makan.

7. Keberadaan individu dalam organisasi dapat meringankan penderitaan yang menderanya, serta mempermudah baginya berbagai rintangan dan kesulitan yang dihadapinya. Karena setiap individu dalam organisasi dapat memberikan bantuan, menasihatinya untuk sabar dan tegas dalam menapaki jalan yang terjal, sebagaimana firman Allah,

 
“Dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS Al-‘Ashr [103]: 1-3)

Dari sini akan timbul ketegarannya untuk mencapai tujuan-tujuannya dan menepis rasa putus asa dari hatinya.

8. Organisasi dapat menguatkan hubungan-hubungan sosial individu, melahirkan spirit kolektif di hatinya dan moral kolektif pada perilakunya, sehingga ia dapat mengenali saudara-saudaranya sesama muslim, mencintai mereka, hidup setiakawan dengan mereka dan bekerjasama untuk menyelesaikan masalah, baik masalah umum atau masalah pribadi. Sehingga pemikirannya menjadi pemikiran kolektif. Ia tidak hidup untuk diri, anak-anak dan keluarganya saja, tetapi juga hidup untuk orang lain. Pada waktu yang sama, organisasi dapat menetralisir dan menekan egoisme individu.

9. Organisasi memberi individu berbagai pengalaman yang tidak bisa mereka dapatkan kecuali melalui usaha dalam organisasi harakah, seperti kerahasiaan, kewaspadaan, perencanaan, keberanian dan memikul jawaban.

10. Organisasi memiliki pengaruh penting bagi kehidupan pribadi individu-individunya. Karena setiap elemen akan terbiasa disiplin dalam hidupnya, cara makan dan minumnya, cara berpakaian, tidur dan bangun, serta waktu luang. Tujuannya adalah agar ia dapat mendayagunakan dan menggunakan seluruh waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya dan manusia, serta diridhai Allah ‘Azza wa Jalla.

11. Melalui organisasi yang sukses, setiap individu akan terbina secara sempurna dan seimbang, dengan pembinaan yang mencakup aspek-aspek intelektual, spiritual, fisik, emosi dan citarasa, sehingga salah satu aspek tidak mengalahkan aspek yang lain.

12. Usaha untuk membangun kembali kehidupan yang Islami merupakan kewajiban syar’i. Berdirinya organisasi merupakan sarana untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Keterlibatan dalam organisasi memungkinkan individu untuk melakukan kewajiban ini. Kalau tidak, maka ia berdosa di hadapan Allah. Atas dasar itu, bergabung dengan sebuah organisasi dan bekerja di dalamnya merupakan jalan menuju keselamatan dari murka Allah Subhanahu wa Ta’ala.

13. Tidak adanya organisasi harakah Islam dapat mengakibatkan organisasi-organisasi yang anti Islam semakin kuat dan besar. Hal itu mengakibatkan umat Islam menjadi lemah dan musuh mereka menjadi semakin berambisi untuk menggayang mereka. Dari sini, musuh Islam dapat dengan mudah menghabisi mereka. Tetapi ketika ada organisasi harakah milik umat Islam, maka ia akan memberi mereka kewibawaan di hati musuh-musuh mereka. Sehingga musuh-musuh tersebut akan maju selangkah dan mundur seratus langkah sebelum berpikir untuk mengganggu umat Islam. Bahkan, mereka akan berusaha keras untuk mencari simpati dan kerelaan umat Islam.

14. Eksistensi organisasi harakah akan tetap urgen bagi umat Islam sebelum terbentuk entitas politik bagi mereka dan sesudahnya, untuk menjaganya, melindungi dan membangunnya.

Mayoritas Pemerintah yang Berkuasa adalah Jahiliyah

Mayoritas pemerintah yang berkuasa adalah pemerintah jahiliyah dari segi hukum, pengikat koalisi dan perilaku yang ditimbulkannya.

Mayoritas pemerintahan yang berkuasa dan kepadanya warga negara tunduk merupakan pemerintahan yang tidak mengakui hakimiyyah Allah, bahkan mendakwakan hakimiyyah bagi dirinya. Apa yang dihalalkan pemerintah maka itulah yang halal, meskipun dalam agama Allah hukumnya haram. Dan apa yang diharamkan pemerintah itulah yang haram, meskipun dalam agama Allah hukumnya halal atau wajib. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

 
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS An-Nisa’ [4]: 65)
ﯾ
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah [5]: 50)

 
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Maidah [5]: 49)

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al-Maidah [5]: 44)

Kejahiliyahan nilai-nilai dan perilaku diakui dan diajarkan pemerintah yang berkuasa. Dahulu Al-Qur’an Al-Karim mengecam orang-orang jahiliyah pertama lantaran perempuannya membuka sebagian rambut dan lehernya. Allah Subhanah berfirman,

 
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS Al-Ahzab [33]: 33)

Sementara jahiliyah abad 21 mengakui kebolehan perempuan membuka tubuhnya lebih dari itu, bahkan menganggap pakaian dan menutupi tubuh sebagai kebebasan individu, sehingga setiap individu boleh memperlihatkan tubuhnya sesuka hati. Sementara itu, sebagian instansi pemerintah menolak muslimah untuk menutupi seluruh tubuhnya, atau memakai cadar dan menyebutnya sebagai pakaian teroris yang bertentangan dengan kemajuan peradaban yang tengah dinikmati manusia.

Pemerintah yang berkuasa tidak menganggap akidah sebagai fondasi dalam masyarakat dan kedudukannya sebagai garis pemisah, sebagaimana loyalitas dan solidaritas terjalin atas dasar sejauh mana komitmen individu terhadap akidah. Sebaliknya, pemerintah menyerukan nasionalisme sebagai pengganti akidah. Fanatisme terhadap bangsa ini dahulu dianggap Rasulullah Saw. sebagai perilaku jahiliyah. Ajakan kepada fanatisme ini merupakan ajakan jahiliyah. Rasulullah Saw. telah memperingatkan hal tersebut. Al-Qur’an pun menganggapnya sebagai jahiliyah. Allah Subhanah berfirman,

 
“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliah.” (QS Al-Fath [48]: 26)

Ketika pemerintah yang berkuasa menangani masalah-masalah ekonomi, militer dan sosial, maka yang menjadi pertimbangan hanya kebendaan saja. Ia sama sekali tidak memperhitungkan Allah, kekuasaan-Nya, taufiq-Nya, ridha dan murka-Nya. Ini merupakan persepsi yang salah kaprah. Allah Subhanah berfirman,

 
“Mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah.” (QS Ali ‘Imran [3]: 154)

Bahkan, ketika anda mengatakan kepada dunia muslim, “Ini haram dan mengakibatkan murka Allah, ini riba dan Allah telah menyatakan perang terhadap orang yang mempraktikkan riba”, maka mereka membalas Anda dengan olok-olok dan menyebut Anda dengan sifat-sifat yang tidak menyenangkan, bahkan menyakiti dan membahayakan. Itulah persangkaan yang disebutkan Allah dalam ayat di atas.
Imam Hasan Al-Banna dalam risalah Al-Ikhwan Al-Muslimun tahta Rayah Al-Qur’an mengatakan,
“Dimana posisi kita dalam ajaran-ajaran Islam?”

“Wahai Al-Ikhwan Al-Muslimun!”

“Wahai semua manusia!”

“Allah telah mengutus seorang pemimpin bagi kalian, meletakkan aturan bagi kalian, merinci hukum-hukum, menurunkan Kitab Suci, menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, mengarahkan kalian kepada hal-hal yang membawa kebaikan dan kebahagiaan bagi kalian dan menunjuki kalian kepada jalan yang lurus! Apakah kalian telah mengikuti imam-Nya, menghormati aturan-Nya, melaksanakan hukum-hukum-Nya, mensucikan Kitab-Nya, menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya?”

“Jawablah dengan terus terang! Kalian akan menemukan kebenaran tampak jelas di hadapan kalian. Semua aturan yang kalian ikuti dalam urusan kehidupan merupakan aturan taklid semata, tidak ada hubungannya dengan Islam, tidak bersumber darinya dan tidak bersandar padanya. Itulah aturan hukum nasional.”

“Bagaimana dengan aturan hubungan internasional, peradilan, bela diri dan militer, aturan harta benda dan ekonomi bagi negara dan individu, aturan pendidikan dan kebudayaah, aturan keluarga dan rumah tangga, bahkan aturan individu dalam perilaku pribadinya?”

“Spirit umum yang mewarnai pemerintah dan rakyat dan yang membentuk fenomena-fenomena kehidupan dengan berbagai bentuknya, semua itu jauh dari Islam dan ajaran-ajaran Islam.”

“Setelah itu semua, apa yang tersisa?”

“Penampilan-penampilan yang menipu seperti tasbih, pakaian, jenggot, seragam, pakaian ritual, kata-kata dan ucapan? Apakah semua itu bagian dari Islam yang dikehendaki Allah agar menjadi rahmat dan nikmat-Nya yang terbesar bagi seluruh dunia?”

“Apakah ini petunjuk Muhammad Saw. yang dimaksudkannya untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya?”

“Apakah ini aturan Al-Qur’an yang mengobati penyakit umat, memberi solusi bagi masalah bangsa dan meletakkan fondasi paling tepat dan paling kokoh untuk melakukan perbaikan?”

*) DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris

DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris adalah anggota Parlemen Jordania. Berasal dari desa Falujah, Palestina yang diduduki Israel 1949. Lahir tahun 1940. Menjadi Anggota Parlemen Jordania pada tahun 1989, kemudian terpilih kembali pada tahun 2003. Sempat dicabut keanggotaannya sebagai anggota parlemen Jordania karena melayat saat terbunuhnya Az-Zarkawi, pimpinan Al-Qaedah di Irak, kemudian dipenjara selama 2 tahun dan dibebaskan berdasarkan surat perintah Raja Abdullah II bersama temannya sesama anggota perlemen Ali Abu Sakr.

DR Abu Faris aktivis Gerakan Dakwah di Jordania. Meraih gelar doktor dalam bidang Assiyasah Assyar’iyyah (Politik Islam). Kepala bidang Studi Fiqih dan Perundang-Undangan di Fakultas Syari’ah Universitas Jordania. Beliau juga Professor pada Fakultas Syari’ah pada universitas tersebut. Di samping itu, beliau juga Direktur Majlis Tsaqofah Wattarbiyah pada Lembaga Markaz Islami Al-Khairiyah. Mantan Anggota Maktab Tanfizi Ikhwanul Muslimin, Anggota Majlis Syura Ikhwanul Mislimin dan Partai Ikhwan di Jordania.

Beliau terkenal dengan ketegasannya, ceramah-ceramah yang dahsyat di Masjid Shuwailih, kota Oman. Beliau memiliki lebih dari 30 karya buku terkait Hukum Islam, Siroh Nabawiyah, Politik Islam, Gerakan Islam. Syekh DR. Abu Faris memiliki ilmu syari’ah yang mendalam sehingga menyebabkan Beliau pantas mengeluarkan fatwa-fatwa syar’iyah. Beliau juga sangat terkenal kemampuan penguasaan pemahaman Al-Qur’an dan tafsirnya.