420 Euro

Hari senin yang lalu karena saya harus mentransfer uang untuk bayar rekening dokter, maka masuklah saya ke online banking. Subhanallah, hampir tak percaya melihat kondisi saldo saya, ada tambahan sebesar 420 euro, jumlah yang cukup banyak bagi saya. Saya lihat nama pengirimnya terus terang saya tak kenal mereka. Namun, dari namanya saya tahu bahwa pasangan ini adalah orang Turki. Saya memang memiliki seorang sahabat dari Turki. Belum lama ini, sahabat saya itu menghubungi saya untuk menanyakan kondisi financial saya, rupanya beliau menceritakan kondisi saya kepada temannya dan mereka ingin memberi saya 250 euro.

„They just would like to help you Nurlina, you don’t have to pay it back, it is from Allah. They ask you to make du’a for them so that Allah will give them hasanah and they become good muslim. And please make du’a for me as well, because i am sick at the moment. My friend will transfer the money on monday, therefore may i have your account details?“.

Saya tak tahu harus berbicara apa, lidah ini kelu rasanya.Sesaat saya terdiam, saya mencoba untuk menguasai diri, akhirnya keluar juga kata-kata dari lidah saya…

„Jazakumullahu khairon, Insya Allah i will make du’a for you and for them. I will send sms to let you know my account details“.

Selesai sahabat saya menelpon, saya masih terbengong-bengong, dan hampir ketinggalan kereta yang saya tunggu untuk membawa saya dan suami ke Kirschentellinsfurt. Subhanallah inikah yang namanya ikhlas? Mereka memberi saya uang dalam jumlah yang cukup banyak, padahal mereka tak mengenal saya, dan mereka katakan uang itu bukan dari mereka tapi dari Allah. Balasan apa yang mereka minta dari saya? Nix, tak ada. Saya teringat dua ayat dalam surat Al-Insan: 8—9.

[8] Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
[9] Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.

Saya hampir melupakan uang 250 euro itu, sampai hari senin ini ketika saya membuka account saya dan melihat 420 euro di account saya. Subhanallah, ya Allah berikanlah keridhoaan Engkau kepada mereka dan jadikanlah mereka ridho terhadapmu…

Ingatan saya melayang mengingat saat pertama kali saya mengenal sahabat saya itu. Di suatu siang saat saya masih di Aachen, saya mengunjungi teman saya yang berasal dari Mesir, Azza namanya. Kami biasa minum teh bersama dan berbicara banyak hal. Ketika saya sampai di gedung di mana azza tinggal, saya melihat seorang wanita berjilbab yang matanya sembab karena menangis. Saya pun bertanya

„Do you speak English?“ waktu itu saya ga PD dengan bahasa jerman saya.
„Yes“ jawabnya..
„What happens?“tanya saya..
„I have a big problem sister, would you please make du’a for me?“
„Insya Allah i will make du’a for you“ jawab saya..
„Do you live here?“ tanyanya „No, i just would like to visit my friend, if you have time you can join us,
Insya Allah azza won’t mind“
„Thank you, but i am in a hurry, i do not live here as well, i live in Hamburg, i am staying with my friend at the moment because of my problem but i have to go back to Hamburg today“.
„OK then, take care, fii amanillah“ doaku untuknya.

Kemudian ketika saya akan pulang, kami bertemu kembali, kali ini di depan pintu masuk building tempat sahabat saya dari Mesir tinggal. Rupanya kali ini, dia tak tahan, maka pecahlah tangisnya di depan saya sambil menceritakan masalah yang dia hadapi… Subhanallah… Saya hanya bisa menjadi pendengar yang baik. Setelah reda tangisnya, beliau kembali pergi untuk mengejar bis katanya. Dan saya masih termanggu di tempat saya berdiri.Tiba -tiba saya sadar.mengapa saya tidak menanyakan apa yang bisa saya bantu.SAya kejar sister tadi,

„Sister wait, i am sorry for not asking you is there anything i can do to help you?“
„There is nothing you can do for me except making du’a“ jawabnya.
„Insya Allah, i will make du’a for you“ kata saya „Jazakillahu khairon, illal liqo, assalamu’alaikum“ katanya.
„Waiyyak, wa’alaikum salam warohmatullahi wa barokatuh, “ jawab saya.

Sesampai di rumah, saya ambil wudhu dan saya sholat dua rakaat agar Allah meringankan bebannya dan agar Allah memberinya kekuatan untuk melalui masa-masa sulit tersebut.

Beberapa waktu kemudian, saya pun kembali teringat sister itu, maka saya kirim sms untuk menanyakan khabarnya. Tak lama kemudian beliau menelpon saya, dan mengatakan bahwa sms yang saya kirim sangat berarti baginya, dan kembali beliau menceritakan masalahnya kali ini dengan lebih lengkap. Beliau merasa sendiri di tengah masalah yang sedang ia hadapi. Saya tak tahan mendengar kesedihannya,
saya ingin beliau tahu bahwa setidaknya beliau punya saya yang walaupun saya tidak bisa membantu fisik apalagi financial tapi setidaknya saya ada untuk mendengarkan ceritanya.

„Sis, you are not alone, you have Allah and me, though i can not help you physically or financially, but i am here whenever you need someone to talk to“ kata saya sambil di dalam hati saya memohon kepada Allah agar diberi kekuatan untuk menjaga lisan saya untuk tidak asbun (asal bunyi) dan tidak saya umbar kepada orang lain yang tidak berkepentingan.

Kini gantian sahabat saya itu yang bersimpati kepada saya ketika ia tahu permasalah yang saya hadapi. Saya senang, bukan karena beliau bersimpati kepada saya, tapi karena alhamdulillah beliau sadar bahwa ada orang lain yang juga memiliki masalah setidaknya saya.

„Yes, sis, you are not alone, i do have problems, we are in the same boat. But you are one step ahead, you have helped me in the name of Allah“…..

Tübingen, 21 November 2007.