Belajar Mensyukuri

Malam itu adalah malam yang kesekian kami dalam perantauan. Kali itu adalah kali kesekian kami membeli hanya sekedar nasi putih mengingat masih ada sisa lauk dari santap siang tadi. Kali sekian pula kami membeli 2 bungkus nasi seharga 2 ribu rupiah per bungkus ditambah senyuman sambil berharap hilang sedikit suntuk dari ibu pemilik warung untuk makan malam saya, isteri, dan 2 anak kami.

Dalam situasi sulit seperti ini kami memang harus efisien dalam mengelola rizki yang kami peroleh saat ini.Biasanya jatah dua bungkus itu bisa kami bagi untuk 4 orang, biasanya pula lauk untuk jatah satu kali makan bisa kami bagi menjadi 2 atau 3 kali makan dengan besarnya dominasi nasi putih dalam setiap suapannya. Bagaimana bisa?

Ya tentu bisa dan harus bisa! Hal ini pun tidak pernah terbayang akan kami lakukan beberapa minggu yang lalu saat semuanya masih begitu mudah kami dapatkan atau telah tersedia sebelum kami minta bahkan tidak jarang kami sering memilih yang sesuai mood selera saat itu. Ini lah rizqi yang Allah SWT limpahkan saat kami harus banyak bersabar, kemudahan untuk membagi makanan itu untuk keluarga kami.

Eiits..tapi tunggu dulu, cerita itu bukan untuk menarik simpati Anda, kami masih mampu tersenyum. Kami sadar masih jauh lebih banyak orang yang lebih sulit dari kami, bahkan sekedar untuk memenuhi makan satu kali dalam sehari. Sedangkan kami bahkan masih bisa mengirim tulisan meski melalui koneksi internet gratisan. Terlalu banyak daftar hal-hal yang patut kami syukuri meski di tengah kesulitan yang kami hadapi saat ini.

Sungguh benar apa yang telah Allah SWT katakan, “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS.94:5-6). Kemudahan tidak hadir setelah kesulitan berlalu, tapi ia datang bersamaan dengan kesulitan yang datang. Hanya terkadang kita tidak mampu menyadari dan begitu terlarut dalam kesulitan yang dihadapinya.

Kami berusaha untuk belajar bersyukur dengan keadaan ini. Keadaan di mana kami sering dipesankan untuk bersabar oleh orang-orang yang mencintai kami. Memang sedikit sulit tapi itu bisa dilakukan. Posisi ini mungkin kurang lebih sama seperti ketika kita harus mengalah dan berlapang dada atas kesalahan orang lain meskipun sebenarnya yang kita lakukan adalah benar. Orang lain mungkin merasa kami ‘berhak’ untuk bersabar atas kondisi sulit saat ini.

Tapi kami ingin bersyukur atas kondisi ini. Karena kami yakin dengan sepenuh hati, bahwa ini adalah kondisi yang telah Allah SWT tentukan untuk kami karena tiada ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang tanpa seizin-Nya.

Malam itu kami memang mendapatkan penolakan dari ibu yang ramah pemilik warung itu untuk memperoleh 2 bungkus nasi sehingga kami harus membeli di warung lain yang berjarak lebih jauh. Dan pagi ini sekali lagi kami harus melangkah lebih jauh lagi untuk dapat membeli 2 bungkus nasi putih untuk mengisi kembali tenaga guna memulai beraktifitas hari ini sambil kami berharap akan kehadiran rice cooker atau kompor untuk menanak nasi di rumah kontrakan mungil kami.

~Abu Hasan~

<Dari catatan harian seorang teman>

Semoga dengan kesabarannya Allah SWT menghapuskan dosa-dosanya dan dengan kesyukurannya Allah SWT tambahkan rizqi untuknya. Semoga Allah SWT juga membukakan pintu hidayah kepada orang-orang yang menjadikannya seperti sekarang ini..