Berteduh di Pos Penjagaan Sepur

Berangkat menuju kantor, jalanan sore itu cukup padat. Gerimis yang turun rintik-rintik lambat laun menjadi agak deras. Jarak yang hanya tinggal beberapa menit untuk sampai tujuan terpaksa harus tertunda karena hujan tiba-tiba cukup lebat. Beruntung, saya yang tidak membawa jas hujan melihat pos penjagaan pintu sepur terdekat untuk berteduh.

Tepat di pintu kereta api dekat kampus IAIN Sunan Ampel, saya ikut menyerbu masuk ke pos penjaga palang pintu sepur itu bersama dua pengendara lain yang kehujanan. Kami berteduh di luar pos yang atapnya cukup untuk melindungi tubuh kami dari hujan.

Alhamdulillah bisa berteduh. Palang pintu sepur di depan IAIN itu masih manual alias memakai tenaga tangan manusia untuk membuka dan menutup palang pintu lintasan kereta api tersebut. Saya sempat tengok dari luar, di dalam pos itu hanya ada satu kursi plastik, meja kecil, kode sinyal penanda kereta lewat, senter, gelas, dan obat nyamuk oles yang sudah terbuka.

Di ruang yang cukup sempit itu, keadaan di dalamnya memang agak terkesan kurang nyaman. Meski demikian, di pundak penjaga lintasan sepur itulah, sebuah tanggung jawab besar disematkan. Betapa tidak, sekali saja lengah, maka nyawa manusia bisa menjadi taruhan. Tak jarang diberitakan, selain kelalaian korban, kecelakaan akibat ditabrak kereta api sering disebabkan penjaga lintasannya yang lengah ataupun mengantuk sehingga terlambat menutup palang lintasan.

Di luar, tampak langit sangat gelap dan petir sesekali mulai menyambar. Seperti sudah tampak petang, padahal baru pukul tiga sore. Karena hujan semakin deras, saya dan dua pengendara lainnya yang berada di luar dipersilakan masuk ke dalam oleh penjaga lintasan itu. Sambutannya ramah. Usianya mungkin sekitar 50-an.

Tak lama kemudian, datang seorang anak berpakaian seragam SMP menghampiri ke pos. Penjaga dan bocah tersebut tampak akrab. Saya baru mafhum ternyata mereka bapak dan anak. Si anak membawakan bekal buat ayahnya. Pikiran saya menerawang takkala mengingat kejadian saya ditilang di salah satu jalan yang bukan jalan protokol. Berniat beli makan di pasar, kebetulan saat itu ada operasi. Nahas, saya terlupa membawa SIM. Akibatnya, saya pun harus rela kena tilang.

Meski demikian, ada dua opsi yang ditawarkan oleh petugas. Yakni, damai atau tilang. ”Ditilang ae Pak, ” jawab saya pasti kepada petugas yang memeriksa kelengkapan surat berkendara saya. Saya pilih ditilang bukan karena saya tidak punya uang untuk ”berdamai” di situ. Sebab, hal tersebut malah bisa berdampak kurang baik. Akibatnya, orang akan mudah meremehkan disiplin.

Meski lupa membawa SIM, saya tetap salah kenapa tidak teliti padahal operasi di jalan bisa saja setiap saat digelar. Namun, saya sempat memperhatikan cukup banyak juga yang kena tilang dan memilih jalur ”damai.” Saya pun tak yakin uang ”damai” itu masuk ke kas negara atau ke kantong pribadi, entahlah. Bukan itu yang mengusik hati saya. Hanya menggelar operasi mungkin tak sampai satu jam, uang ”damai” bisa mudah didapat. Betapa disiplin pun bisa diperjualbelikan. Masya Allah.

Kembali di rinai hujan di pos penjagaan pintu sepur tadi, betapa jauh pemandangan yang saya lihat di situ. Si bapak penjaga palang pintu manual itu harus siap sedia tiap saat. Sebab, lengah sedikit, celaka bagi orang lain akibatnya. Tanggung jawab yang tidak kecil. Tapi, tugas tersebut tak sepadan dengan gaji yang ia dapatkan. Musuhnya adalah rasa kantuk bila jaga malam. Meski demikian, toh beliau tetap teguh dan disiplin dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Walaupun kurang tidur dan berpendapatan tak seberapa, bapak penjaga palang pintu sepur itu tetap berusaha profesional. Hujan mulai reda. Saya pun segera bergegas melanjutkan berangkat menuju kantor. Disiplin. Ya, inilah yang saya catat dalam pelajaran hari itu. Bekerja termasuk ibadah. Maka, disiplin dan profesional adalah sikap yang mutlak tertanam di jiwa seorang muslimin.

Amanah dalam bekerja harus kita pegang teguh dan tetap di jalan yang diridhai-Nya. Allah berfirman, “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya (keahliannya) masing-masing. Maka, Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar (profesional) jalannya.”(QS Al-Isra’: 84). [email protected]