Dia Ingin Menyaksikan Kebahagiaan itu

Ungkapan apa lagi yang harus saya katakan untuk menggambarkan kehalusan budi hati lelaki ini. Pinjaman yang dinantikannya senilai 10 juta tidak dikabulkan seluruhnya oleh kantornya. Rencananya uang sebesar itu akan digunakan untuk memulai usaha ternak ikan di kampung halamannya. Sudah sangat lama dia memimpikan hal tersebut. Berharap bisa meretas kebaikan agar bisa memberdayakan ekonomi sekitar. Tipenya yang pembelajar secara otodidak, sabar, telaten dan tekun membuat mimpinya terus ada dan kadang meletup-letup agar bisa berbuat kebaikan sesegera mungkin. Namun sayang, pinjaman yang dijanjikan tersebut hanya dicairkan senilai 6,5 juta saja. Jika dihitung-hitung dengan biaya keseluruhan maka tidak akan cukup memadai.

Di samping itu, kini dia tengah menunggu penjualan mesin. Mesin tersebut dikerjakannya dengan menyertakan dua orang temannya. Dia jelas sanggup membereskan pekerjaan itu sendirian, karena dialah yang men-supervisi seluruh tim mekaniknya selama ini. Biar, supaya bisa bagi-bagi rejeki. Kasihan supaya teman yang lain juga bisa menikmatinya. Lagi pula mereka setuju jika dibayar setelah mesin ini terjual. Itulah alasan yang diberikannya ketika secara ekonomis saya menilai lebih enak jika semua dikerjakan sendirian saja. Tidak harus membayar tenaga kerja lagi. Saya bisa memahami maksud yang ada di hati dan benaknya. Hal apa lagi selain dia memang begitu tersentuh akan nasib teman-teman setimnya yang mempunyai gaji hanya cukup untuk biaya makan keluarga sebulan saja.

Mesin rakitan itu belum terjual sampai hari ini. Padahal dia berharap bisa memberikan ongkos kerja sebelum Idul Fitri, agar mereka bisa menikmatinya untuk hari raya kelak. Saya sudah bisa menduga apa yang akan dilakukannya. Ternyata benar! Uang pinjaman yang semula akan digunakan untuk usaha sampingannya, kini sudah dipotong dua juta rupiah untuk pembayaran dua orang rekan kerjanya tersebut. Bayaran yang sungguh sangat besar jika dibandingkan dengan harga normal pada umumnya. “Saya senang, teman saya bahagia menerima uang tersebut. Dan saya merasa ada jalinan kebersamaan yang lebih erat ketika saya menyaksikan kebahagiaannya.” Begitu dia menggambarkan rasa gembiranya di hadapan saya. Dalam detik itu juga, rasa itu menulari hati saya. Menjadikan aliran darah saya begitu hangat merayapi setiap ruas syaraf.

Setelah itu, senilai satu juta rupiah dianggarkannya untuk membiayai kegiatan penerbitan majalah saku Islami yang dikelola oleh sekelompok anak muda kreatif. Dia berharap semoga bisa sedikit membantu ongkos produksi proyek idealis tersebut. Uang satu juta itu kini berpindah ke tangan saya, saya diamanahi agar segera memberikannya kepada yang bersangkutan.

Sungguh, sayapun sangat bersyukur akan apa yang dilakukannya. Dia telah menghipnotis saya kembali dengan segala langkah yang dilakukannya. Membuat saya bertambah kagum dan hormat kepadanya. Adakah yang lebih bernilai selain memiliki suami seperti itu. Menjadi permata yang memancar setiap saat di hati saya. Inilah kebahagiaan yang membuat saya sungguh merasa nyaman dan damai dalam mengarungi rumah tangga ini.

Semoga saja dengan modal sisa yang telah berkurang hampir separuhnya itu bisa menjadi awal dari usaha yang barokah. Moga dengan keterbatasan itu Allah menunjukan langkah yang terbaik akan hal apa yang harus dilakukannya agar cita-citanya tercapai.

05 Oktober 2006 jadilah tetap seperti itu.
[email protected]