Ada Uang Abang Sayang Tidak Ada Uang Abang Mengutang

Benar juga apa kata orang bilang cinta itu buta. Saking butanya itu cinta terkadang tidak bisa menalar dan berpikir logis. Hingga anggapan—maaf—tai kucing pun bisa rasa coklat. Waduh, seram amat, ya! Begitulah lika-liku cinta pastinya semua pernah dihinggapi bahkan pernah merasakannya.

Ikutilah cinta kalau dia memanggilmu.
Sekalipun kau harus menempuh jalan yang terjal dan kasar.
Pasrahkan dirimu padanya kalau dia memelukmu.
Kendati barangkali pedang-pedang yang tersembunyi.
Dibalik sayap-sayapnya.
Akan melukaimu.

Begitulah kata Khalil Gibran. Halnya orang yang sedang lagi kasmaran. Alias, jatuh cinta. Tidak peduli sikon. Mau ada angin puting beliung atau hujan badai tetap aja dilakoni. Tanpa melihat kondisi keadaan kantong pula. Mau tongpes atau nggak ya jalan terus. Kalau bisa ngutang dulu sama kawan. Cari pinjaman.

Hal ini pun juga diterima dan dialami kawan saya pula. Kebetulan kawan saya ini masih berstatus ABG—hingga mengingatkan saya masa itu. Ia bercerita bahwa ia menyukai seorang perempuan di sekolahnya. Dan tidak tanggung-tanggung satu kelas dengannya. Hingga saya yang mendengarkan ceritadari mulutnya agak rasa sedih juga. Mengingatkan saya pada masa itu tetapi dengan bijak saya pun menasehatinya.

”Suka sama perempuan itu sih lumrah. Tapi ya jangan teman sekelas. Lagi pula apa enaknya sih pacaran. Abang aja pernah tapi malah banyak mudharatnya. Lebih mending lu sekolah aja yang benar!”

Kawan bicara saya ini hanya diam. Tak banyak bicara. Kawan bicara yang saya taksir masih berusia kepala satu belum—mendekati kepala dua. Mungkin apa yang saya katakan adanya benar juga—menurutnya. Dan saya yang melihatnya saat itu juga lagi-lagi mengingat masa-masa jahiliyah dulu. Apalagi saat itu masih berstatus putih abu-abu.

”Benar juga, ya, Bang!

Akhirnya ia pun mengaminkan kata saya itu. Dan saya juga terkejut bahwa ada anak seusianya mau berbuat demikian. Tak ingin melanjutkan untuk melakukan hal yang tidak perbolehkan. Pacaran. Ada pun yang diperbolehkan adalah ta’aruf setelah khitbah.

”Ya, udah sekarang lu jangan mikirin pacaran dulu, okay!” ujar saya lagi.

Saya yang mengatakan hal itu ketika ia sedang memikirkan apa yang saya katakan. Dan apa yang saya katakan ia pun menalar dengan caranya sendiri. Baik dan buruk jika ia melakukan hal itu. Berpacaran!

Pernah. Saya demikian menjalani hal semacam itu. Seingat saya sewaktu saya duduk dibangku SMU kelas dua. Tepatnya ketika orang yang saya taksir sedang ulang tahun—tanpa diketahui siapa pun. Begitu juga dengan orang yang saya taksir. Ia juga tak tahu kalau saya akan memberi surprise untuknya.

Namun namanya anak SMU masih berstatus pelajar tentu saja masalah financial nomor satu. Kadang lagi basah kadang kering banget. Begitu yang saya alami saat saya ingin memberi surprise untuk orang yang saya taksir. Hingga saya putar otak bagaimana caranya untuk memberikan surprise walau keadaan saya dengan status pelajar masih melekat. Akhirnya saya pun mencari pinjaman kepada kawan SMU saya. Untungnya kawan saya itu solider dengan saya. Hingga saya dapat memberi surprise kepada orang yang saya taksir, tentunya cewek dong!

Ikutilah cinta kalau dia memanggilmu. Sekalipun kau harus menempuh jalan yang terjal dan kasar.” Ternyata orang yang saya taksir lebih dahulu mendapatkan ucapan selamat ulang tahun dari kawan SMU saya itu. Sekelas lagi. Kawan yang solider sama saya ternyata. Hingga saat itu saya yang bawa komik kesukaan orang yang saya taksir ”Donal Duck” sama coklat sebagai surprise-nya saya kasih kepada kawan saya yang lain di kelas. Bete!

Kendati barangkali pedang-pedang yang tersembunyi. Dibalik sayap-sayapnya. Akan melukaimu. Dan, ternyata itu benar adanya. Ada uang abang sayang tidak ada uang abang melayang. Apalagi ngutang!

Ulujami, Februari 2010

FB:[email protected]

TW: twitter.com/fiyanarjun

MP: sebuahrisalah.multiply.com